... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Kamis, 29 Agustus 2013

[FF] I wanna go home

“Cepetan  Mar!!” teriak  Arya.
“Iya, ini bawaannya berat”.
“Kamu sih kayak cewek, cuma lima harisaja di sana bawaanya sebanyak itu!”
Sambil setangah berlari menyeret koper dengan tangan kiri dan menjinjing kardus di tangan kanannya Damar berusaha mengejar abangnya, Arya yang mulai tak kelihatan di tengah padatnya manusia berlalu-lalang.
“Tiketnya Dik” petugas itu menghardik Arya yang sementara berlari melewati pos pemeriksaan.
“Oh, maaf pak. Saya sedang terburu-buru. Ini dua dengan adik saya yang mmmm…. Nah itu tuh pak yang berbaju biru muda dan berkaca mata” tunjuk Arya
“Oke masuk. Kamu juga masuk “ seru petugas kepada keduanya.
Damar segera berjalan melewati beberapa orang lain yang tengah mengantri dan menyusul abangnya yang sudah berlari duluan ke arah tempat check-in Sriwijaya Air.
“Tolonglah mbak masih ada waktu 5 menit kan sebelum keberangkatan?”, ujar Arya sambil melirik jam tangannya.
“Maaf mas, itu sudah prosedur dari perusahaan kami. Waktu check-in  sudah habis dan pintu pesawat sudah ditutup”, ujar mbak-mbak itu sambil tetap tersenyum.
“Mbak, tolong dong mbak. Ini penerbangan terakhir menuju ke Samarinda hari ini. Kalau saya tidak ikut masa iya besok saya harus berlebaran di Surabaya hanya berdua dengan adik saya”.
“Maaf mas, kami tidak dapat membantu mas lagi. Mas juga sebaiknya segera menyingkir karena kami akan membuka check-in  untuk penumpang tujuan daerah lain”.

[FF] Takkan Lari, Cita-Sita di Kejar

“Aku gak bisa!” pekikku setelah mendengar tawaran Inul tersebut.
“Jadi kamu bisanya apa?” Inul membalikkan badannya. Kini kami berhadap-hadapan dan aku merasa jijik melihat gunungan lemak yang menonjol terjiplak dibalik kaos tipisnya itu.
“aku bisanya  jadi istri yang baik buat suami aku, haahaha” aku menjawab sekenanya sambil pergi menghindari Inul, si Gadis sok seksi.
“WHAT?” Inul mengekoriku tetap dengan gerakan gunungan lemak fleksibelnya. “Berhenti dong, Sita mau kemana? Aku cuma minta kamu ngelakuin hal sepele aja kok, gak lebih! Please.. AKU BUTUH BANGET BANTUAN ENTE!”
Aku masih menghiraukannya, tetap berjalan mantap keluar kamar kost tak tahu arah, yang aku tahu, suara Inul akan jadi cempreng jika dia berteriak.
Inul, teman sebangkuku di masa sekolah dasar datang ke kost, mengacaukan semua rencana liburan yang telah ku susun dari sebulan yang lalu. “Ente kemana besok? Masih nganggur kan Sit? Aku ada kerjaan nih, besok aku ke kost ya!” begitu pesan singkat yang ku terima dari Inul semalam yang tidak ku balas dan Gadis sok seksi itu datang sepagi ini? Jam TUJUH PAGI!
Akhirnya langkahku terhenti di ujung gang kostan, terlihat sekilas Inul tersenyum dan berjalan cepat menyusulku, masih tetap dengan gunungan lemak yang fleksibel.
“Sit..” Inul berhenti sebentar, membenarkan kaos ketatnya “Aku  gak minta kamu macam-macam kok, kamu ikut casting di tempat aku kerja. Ini kan cita-cita kamu dari SD! Kamu gak ingat perjalanan kamu buat ngedapetin cita-cita kamu dari dulu gimana? Mau dibantuin kok gak mau! Ente masih mau jadi artis kan?”

[FF] Strawberry Sweet

Ini strawberry kelima yang masuk mulutnya. Ia seperti tak merasakan masam dari strawberry atau mungkin memang hanya ada rasa manis dalam buah yang sedang ia makan itu? Duduk dekat jendela, dengan mp3 yang terpasang di telinga dan melihat ke arah luar jendela. Entah apa yang ia lihat, selalu seperti itu sejak tadi dan ia menikmatinya. Kurasa...

Aku tak ingin mengganggu dan merusak keheningannya meski aku ingin sekali berbincang untuk sekedar membunuh bosan.
"Hallo. Namanya siapa?" Tiba-tiba dia berseru.
Glek! Suaranya. Akhirnya aku mendengarnya. Lembut. Sayang, dia berbicara pada balita yang berada di kursi seberangnya. Ia baru bertemu dengan anak itu, tapi lihatlah mereka langsung akrab.  Aah, ia begitu ramah meski seringkali dia terdiam setiap waktu. Senyum yang memperlihatkan ia tak merasa terganggu dengan interupsi dalam keheningan dan kesendiriannya. Ia sedikit berbincang dengan ibu si balita sambil selalu tersenyum dan aku menikmati senyum itu.

Tak berapa lama, balita itu kembali ke pangkuan ibunya. Ia kembali membuka kotak bekalnya, ya itu kotak strawberrynya. Ia kembali dalam keheningan bersama lima buah strawberrynya. Masih dengan pandangan keluar tapi kali ini ia tersenyum. Manis.

[FF] Mengejar Waktu

"Astagaaaa.. Udah jam setengah satu kurang sepuluh!" Pekik Robby panik.

"Haduh, gimana nih, kira2 bisa gak yah nyampe jam 12.50 di sana?" Pikirnya dalam hati

Ibu Dini –dosen psikologi perkembangan- sepertinya sedang bersemangat mengajar, kelas yang seharusnya selesai pukul 12 siang itu ternyata tetap berlanjut hingga jarum di jam tangan Robby sudah menunjukkan pukul 12.30. Robby yang sudah gelisah sejak tadi menunggu Bu Dini keluar kelas langsung menyambar tas dan buku dari mejanya kemudian bergegas keluar kelas saat Bu Dini pergi. Ia berlari menuju lift dengan tangannya yang masih sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

"Aduhh, mana gue belom sempet beli bekal.. Aah, nanti aja di sana deh," gumamnya setibanya di lobby kampus sambil jalan cepat meninggalkan area kampusnya.

Robby berjalan menuju halte untuk menunggu bus. Sialnya, setelah sampai halte ternyata tidak ada satupun bus incaran Robby yang lewat. Semakin panik, ia memutar otak, memikirkan cara lain untuk sampai ke tempat tujuannya.

[FF] Hidup (?)

"Aduh!" Ia meringis menahan sakit, kemudian membungkuk untuk membekap telapaknya agar darah tak lagi mengucur. Ia kembali menegakkan badannya dan berjalan berjinjit melewati kerikil-kerikil jahat yang tak pernah bersikap baik pada telapaknya.

Ia meletakkan ranting-ranting kayu yang sedari tadi digendongnya. Bergegas menuju kiwan*, buru-buru membasuh darah yang sudah sedikit mengering pada telapaknya.

Ia tak memiliki anak. Suaminya mandul. Kini, suaminya sakit-sakitan, hanya bisa terbaring menungguinya pulang dengan secangkir kopi dan singkong rebus disamping dipan*nya. Sesekali ia mengganti menu singkong rebus dengan pisang goreng yang digoreng tanpa tepung.

Ia duduk disamping ranjang suaminya, mengganti piring kosong dengan piring baru berisi singkong rebus.

Mata suaminya tak lepas dari telapak kakinya yang dibungkus kain seadanya. Seolah matanya berkata, "kakimu kenapa?"

[FF] Perjalanan, Tentang Sebuah Janji dan Cinta

Hari ini telah tiba. Hari di mana aku harus bertemu dengannya. Dia, wanita yang memiliki sorot mata yang tajam, senyum yang manis, dan bulu mata yang lentik. Aku selalu mengingatnya. Entah, inikah yang dinamakan cinta. Ah, aku hanya berlebihan memaknainya. Itu saja.

Dua tahun yang lalu, aku datang kepadanya. Ya, aku datang membawa sebuah janji untuk dapat bersamanya. Dia menolakku. Dia mengatakan tidak mungkin hanya menerima sebuah janji. Ya, aku memang sedikit egois memaksanya menunggu dalam waktu yang cukup lama. Kini, kuingin datang, sekali lagi membawa sebuah janji itu kepadanya . Aku konyol, bukan ?

Ah, aku tidak seharusnya mengingat-ingat hal itu. Sudah saatnya aku duduk manis di sebuah kereta malam, bergerak menuju Kota Kembang, lagi. Aku tidak ingin ditipu malam, aku juga tidak ingin dikalahkan oleh sang waktu. Kali ini, aku pasti bertemu dengannya. Alunan suara jangkrik menemani perjalananku kali ini. Ah, aku hanya dapat membayangkan wajahnya. Wanita yang sudah kutinggalkan pada sebuah janji.

[FF] Perjalanan

Bapakku nomor satu di dunia. Dengan sepeda onthellnya, dia mengantarkanku ke mana pun aku suka. Berdua kami membaca awan di langit, melihat pacet menggelantung di kaki petani, menertawakan siput yang kalah cepat dengan semut, dan hal lainnya.
Berbeda dengan ibuku yang sakit-sakitan, bapak lebih sering menemaniku. Tak pernah absen mengajakku bepergian.
“Bapak mau ke mana?”
“Ibu sakit. Harus ke dokter, Bapak mau antar. Kamu jaga rumah, ya, Nduk.
Aku mengangguk patuh. Beberapa hari ini ibu terlihat semakin parah dengan sakitnya. Malam yang menggigit seringkali menyebabkan batuknya semakin kencang. Bahkan kudapati saputanganku yang dipinjamnya berlumuran bercak darah.
**
Sebulan sudah bapak bolak-balik ke rumah sakit tempat ibu dirawat. Aku selalu ikut menemani bapak ke rumah sakit, sepulang sekolah. Namun aku tak bertemu dengan ibu. Dilarang sama dokter karena umurku masih sebelas tahun. Takut menular katanya.
“Besok kamu ndak usah ikut, ya, Nduk.”
“Kenapa?”
“Biar bapak sendiri saja yang pergi. Kamu jaga rumah saja ya, jangan nakal.”
Aku kembali mengangguk patuh. Diam dan menelan kekecewaan karena tak disertakan dalam perjalanan bapak.
**
Dari depan gang rumahku, sudah terpasang bendera kuning. Tiba di depan rumah, rumahku telah disesaki oleh tetangga dan orang yang tak kukenal. Mak Ipin, tukang urut di kampung memelukku.
“Yang tabah, ya, Nduk. Urus ibumu dengan baik, jangan nakal.”
Aku menggangguk sembari menahan napas menghirup bau tubuh Mak Ipin yang kurang sedap. Kulihat ibu terbaring lemah di dipan. Tangannya yang tampak seperti tulang belulang memegangi saputangan, menutupi mulutnya, matanya berair. Di lantai bawah terbaring tubuh bapak, tersenyum dan bau kemenyan menguar dari tubuhnya.
Kali ini bapak pergi sendirian, tanpa mengajakku. Untuk pertama kalinya bapak absen.
**


meta morfillah

[FF] Lukisan Malam

Aku belum pernah menyukai suasana malam. Bahkan nyaris tidak suka. Dingin. Gelap. Sendirian. Baik saat sedang di rumah, atau sedang dalam perjalanan, aku tidak suka dengan malam. Namun, malam ini beda. Beda sekali.
            Tahun 2005, di perjalanan pulang kampong dari daerah Jawa Timur tempat Mamaku lahir dan besar. Di waktu bulan suci Ramadhan. Perjalanan berkesan ini menyisakan siraman rohani terindah dan menyentuh kalbu sepanjang hidupku.
            Aku tidak pernah meminta apa-apa pada Papaku selain kebutuhanku. Apa yang aku inginkan bisa kubeli sendiri, dengan menabung. Jadi, aku terbiasa membeli sendiri. Namun kali ini beda. Aku inginkan sebuah CD lagu rohani yang syahdu, menyentuh relungku.
            Aku berkata, “Mau dengar lagu dari Raihan.” Kala itu Raihan – grup nasyid asal Malaysia – baru mengeluarkan album. Lagu-lagunya kudengar di radio dan begitu kusukai.
            “Dengar lagunya di mana?” Papa bertanya. Aku terkejut, tidak biasanya beliau  menanggapi gumamanku itu.
            Kami sedang di dalam mobil. Bersiap menyantap makan malam. Di sekitar wilayah Simpang Lima, Semarang. Aku duduk di belakang sopir, sedangkan Papaku duduk di samping sopir. Mobil terisi penuh dengan keluarga lainnya.
            Aku diam selama satu menit. “Di radio,” jawabku kemudian.
            “Radio di Jakarta?”
            “Iya.”
            Papa diam cukup lama. Mobil masih berlalu. Suasana di dalam mobil juga hening. Dingin karena sentuhan AC. Malam gelap di Semarang yang sejuk dan ramai. Membungkamkan mulut kami. Sambil menahan lapar, kurasa.

[FF] Pulang

Memaknai sebuah perjalanan, ada beberapa hal yang aku fikirkan. Mengenai kebebasan, waktu, pulang dan rindu.
Beberapa orang melakukan perjalanan agar mendapatkan kebebasan. Padahal, dari salah satu buku yang kubaca mengatakan bahwa kebebasan dan ketidakpedulian terkadang terlihat saru.
Perjalanan juga tentu saja tidak akan terlepas dari sang waktu. Waktu itu apa menurut kalian? Sesuatu yang tak terlihat namun selalu ada, menurutku. Dan waktu yang dilewatkan dalam suatu perjalanan bukan tentang lama atau singkatnya, yang terpenting adalah bagaimana memaknai suatu perjalanan. Sesingkat apapun. Aku juga menyadari suatu hal tentang waktu. Waktu itu begitu lucu, misterius dan seakan-akan ingin selalu mengajak kita untuk bermain.
Jika berbicara mengenai pejalanan hidup. Seperti saat ini, aku sedang menjalani bagian dari perjalanan hidupku. Di bawah senja yang tak selalu sempurna, yang tidak melulu menandakan waktunya untuk pulang. Aku duduk di salah satu pojok ruangan restoran cepat saji ditemani segelas soft drink, menunggu salah satu teman lama datang.
Tidak sampai dua puluh menit, ia datang. Teman seperjuangan sejak SMP, saat ini ia telah sukses menjadi seorang sutradara, impiannya sejak dulu. Kami bertemu terakhir enam bulan yang lalu dan baru sempat bertemu lagi hari ini. Ia tetap cantik, berkharisma tinggi dan terlhat selalu ceria. Tapi aku tahu, ada beberapa hal yang berubah. Matanya.

[FF] Waktu Itu Siapa

Hari sudah berganti (lagi). Perasaanku, kemarin baru hari senin, tapi sekarang tiba-tiba sudah hari sabtu. Apa aku bermimpi? Atau waktu yang begitu cepat berlalu?. Aku selalu menyimpan tanya dalam hati, waktu itu apa? Bentuknya seperti apa? Bagaimana dia bisa hadir di tengah-tengan kita tapi dia tak terlihat? Apakah dia sejenis hantu?

Waktu, wujudnya tak pernah tampak oleh mata tapi kehadirnnya kadang bisa dirasakan, kadang tidak. Ketika pelajaran di kelas terasa membosankan, bunyi bel jam istirahat terasa begitu lambat berbunyi. Saat istirahat, mengapa jam masuk kelas begitu cepat. Dan terus begitu dan berulang. Apakah itu waktu? Apa benar dia itu waktu? Aku masih belum benar-benar tahu. Yang aku simpulkan, hanya ada ‘waktu yang membosankan’ dan ‘waktu yang menyenangkan’. Dua-duanya bisa membuat kita terlena.

***

Setiap hari minggu datang, ayah selalu mengajakku pergi meninggalkan rumah. Kita sering pergi bertiga. Tapi belakangan ini ibu sering sakit, kondisinya tak sesehat dulu. Jadi kami lebih sering pergi berdua. Ibu yang melahirkan dan mengajarkanku tentang dunia, ayah yang mengenalkanku pada dunia, melihat begitu indahnya ciptaan tuhan, serta lika-liku kehidupan. Mereka berdua adalah pencerita serta guru terbaik.

[FF] Dompet Rahmi

“Arrghh!! Gimana, dong?”


Tiga pasang mata di depannya menatap. Ikut bingung.

“Mungkin terselip, Mi.”

“Atau lupa nyimpen,  kali?”

Rahmi menggeleng. “Aku sudah mencarinya kemana-mana. Gak ada!”

Nadanya sudah seperti mau menangis.

“Mana kita ada di kota orang lagi. Aduuuh, masa aku sampai ga bisa balik, ntar?”

“Ah, ayo kita cari sekali lagi!” kini Tasya berdiri, mendahului masuk kamar.

“Vi, kau cari di bawah laci! atau di bawah tempat tidur! Siapa tahu jatuh ke sana. Aku coba cari di sekitar kamar! Kau juga, Nid!”

“Siap!” serempak ketiganya menyebar.

[FF] Perjalanan Ini

Kulayangkan pandangku melalui kaca jendela**). Laju pesawat yang melesat telah membawaku jauh ke dalam kenangan. Indah. Penuh warna. Senyum merekah dari bibirku. Kini, sebuah janji akan kutepati kepada seseorang: pulang!

Sudah tujuh tahun aku tidak pernah kembali ke kota asalku di Makassar. Aku habiskan masa-masa tersebut dengan kuliah dan bekerja di Kota Bandung. Aku memang berjanji tidak akan pernah kembali sebelum menjadi orang sukses. Memang berat rasanya, terutama saat aku harus meninggalkan Deviana, kekasihku. Tapi, ini adalah sebuah janji yang takkan pernah bisa aku langgar.

Aku mengenal Deviana saat kami bersekolah di SMA yang sama. Dia adalah teman sekelasku dari kelas satu. Aku menyukainya sejak kali pertama bertemu. Deviana begitu cantik, pintar dan tentunya sangat pengertian. Ternyata mudah untukku bisa menaklukan hatinya. Selang satu bulan perkenalanku dengannya, aku telah menjadi kekasih Deviana.

Kami selalu bersama mengisi waktu selama SMA. Setiap ada aku, Deviana selalu ada di sisiku. Tak terpisahkan. Menghabiskan waktu berdua. Menikmati sunset di Pantai Losari atau pergi ke perpustakaan untuk belajar. Ah, meski kami berdua pacaran tapi kami saling bersaing untuk mendapatkan juara satu –dan Deviana-lah yang selalu unggul *sigh*. Kesenangan itu pun usai sampai akhirnya aku diterima di ITB.

[Surat Pendidikan]

Teruntuk: pelaku pendidikan tanah air.

Menuliskan beberapa huruf yang membentuk kata hingga kalimat disini bagi saya adalah sebuah kesempatan yang luar biasa. Menjabarkan setiap maksud, pendapat, dan sudut pandang saya terhadap pendidikan di bumi pertiwi seluas-luasnya.

Saya paham betul seberapa penting pendidikan bagi anak-anak bangsa. Mengenyam pendidikan dari yang paling kanak-kanak, hingga masa remaja, adalah hal yang ―seharusnya― wajib dilakoni. Tapi, untuk bisa melakoni itu semua dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, salah-salah bisa sampai ratusan juta. 

Namun, apalah arti ratusan juta untuk sebuah pelajaran hidup dan akhlak yang pekerti? Tentunya jumlah sebanyak itu sumbut* dengan apa yang didapat oleh anak-anak pengenyam masa pendidikan.

Tapi bagi sebagian anak malah mengenyahkan soal itu. Mereka asyik bermain dilingkungan sekolah, lebih banyak 'main-main' ketimbang mengerjakan tugas. Tanpa tahu apa tujuan mereka berada disana, masa bodoh dengan berapa banyak biaya yang dikeluarkan orang tua mereka, bahkan tidak tahu apa cita-cita mereka.

[Surat Pendidikan] Surat untuk Guru Tercinta

Bandung,  Mei 2013

Assalamualaikum warhmatullahi wabarakatuh.

Bapak dan ibu guru tersayang.

Apa kabar? Lama sekali rasanya kita tidak berjumpa. Maafkan muridmu ini yang selalu merasa sulit meluangkan waktu sekedar untuk menyapa dan bersilaturahmi meski banyak hal yang ingin diceritakan.

Bapak dan Ibu guru…

Saya ingat sekali saat dulu kami ditanya soal cita-cita.  Tak ada satupun yang menjawab ingin menjadi guru. Termasuk saya. Alasan saya sederhana. Bosan. Semua keluarga saya guru. Masa saya harus jadi guru juga. Ditambah lagi sepertinya jadi guru itu susah! Kemana-mana orang pasti kenal kita dan menyapa kita dengan sebutan ibu guru atau bapak guru. Otomatis, kalau begitu kita harus jaim, dong! Secara guru adalah orang yang selalu dianggap baik gerak-geriknya dan budi pekertinya.

Ha..ha.. Maaf. Bahasa gaulnya jadi keluar ^^

Cita-cita saya dulu jadi arsitek. Membangun gedung tinggi yang indah. Terus, saat saya tahu matematika dan fisika itu susah dan membosankan, saya ganti haluan untuk memilih bahasa dan sastra. Saya ingin jadi guide, penerjemah! Bisa keliling ke tempat-tempat asyik, bertemu banyak orang, tetap gaul, dan tidak usah jaim!

[Surat Pendidikan] Kepada Para Sarjana Muda

Kepada Para Sarjana Muda

Hai para pemuda
yang sedang berbahagia, masihkah euphoria kelulusan mengisi kesibukan hari-harimu? Apakah sudah terpikir olehmu, apa yang akan kau kerjakan setelah
hari kelulusanmu? Hari dimana justru kehidupanmu yang sebenarnya baru dimulai. Saat kau sudah dianggap lebih dewasa oleh orang lain, saat kau sudah dirasa mampu menjalankan tanggungjawab yang lebih berat, saat kau akan memulai hidup sebagai seorang manusia yang bukan lagi siswa atau mahasiswa.

Hai para sarjana muda,
Sudah kau rasakan berbagai macam fasilitas selama kau menuntut ilmu dari sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi, sudahkah kau syukuri itu? atau bahkan semua itu kau sia-siakan? Ingatkah kau dengan segala perjuanganmu untuk dapat masuk ke dalam institusi yang kau harapkan? Menganggap tujuan itu yang paling bagus atau bahkan karena paling mewah. Hingga tiba saat kau sudah masuk, nyatanya kau malah tak puas dengan semua yang telah disiapkan dan diberikan untukmu belajar. Seringkali mengeluh dan melihat tempat lain yang kiranya nampak lebih indah daripada tempatmu menuntut ilmu sekarang. Lalu kapan kamu bersyukur untuk hasil kerja kerasmu selama ini?

[Surat Pendidikan] Kepada Ibu yang Anaknya Ingin Sekolah

Terkirim sebuah surat
- Kepada Ibu yang Anaknya Ingin Sekolah

Kepada ibu yang anaknya ingin sekolah,
Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan atau proses, cara, perbuatan mendidik.

Kepada ibu yang anaknya ingin sekolah,
Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) berbunyi: Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Pasal 31 ayat (2) berbunyi: Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Kepada ibu yang anaknya ingin sekolah,
Pendidikan di negara kita yang bernama Indonesia, kini tak ada lagi yang murah.
Embel-embel pendidikan gratis hanyalah sekadar embel-embel. Kenyataannya, pendidikan tetaplah mahal.

Kepada ibu yang anaknya ingin sekolah,
Hakikat pendidikan yang sebenarnya adalah proses memanusiakan manusia.
Membuat derajat anakmu lebih tinggi dengan ilmu.

[Surat Pendidikan] Untuk Pewaris Peradaban

Jakarta, 29 Mei 2013

Salam!

Kepada kalian pewaris peradaban,
Selamat siang. Surat ini kubuat setelah istirahat makan siang. Di sela kesibukanku bekerja. Kau tahu, ini project aneh bagiku. Menulis surat bertemakan pendidikan, mengeluarkan semua uneg-unegku dalam 1000 kata. Lantas, selanjutnya.. apakah akan didengarkan keluhanku? Apa follow-up lanjutannya? Kepada siapa tepatnya surat ini kutujukan? Pada bapak presiden? Aah… beliau sudah terlalu sibuk memikirkan negeri ini, siapalah aku? Hingga suratku HARUS ia baca. Kepada bapak menteri pendidikan? Aduuh… janganlah diganggu pula, tugasnya begitu berat. Mencerdaskan anak bangsa, itu tidak mudah, Kawan. Kepada bapak dirjen Dikti? Kepada rektor? Kepada dekan? Kepada dosen? Kepada guru? Kepada guru mengaji? Kepada ayah dan ibu? Aah… mereka semua sudah terlalu dipusingkan oleh hal lain yang lebih besar.

Ya sudahlah,,, aku pilih kalian saja. Ya… kalian yang sadar dan mencintai peradaban. Peradaban yang madani, yang lahir dari sebuah proses pendidikan yang baik. Peradaban yang kita rindukan namun belum kita maksimalkan untuk menggapainya. Hanya sekadar pengen. Yaa… kurasa itulah permasalahan kita sedari dulu. Terlalu jauhnya realita dan asa. Seakan segala teori itu hanyalah utopia. Benarkah begitu? Tapi… tapi.. aku lihat masih banyak manusia yang idealis dan berhasil mewujudkan mimpinya yang dianggap terlalu bias. Kok bisa ya? Hmm….

[Surat Pendidikan] Surat Cinta untuk Kaum Pejuang di JalanNya

Palembang, 29 mei 2013

Bismillahirahmanirahim,
Assalamu’alaikum wr wb.
Kaum yang berjuang di jalan Allah,
Sebuah surat singkat ini sengaja aku tulis teruntuk kalian para pejuang kebenaran dijalan Allah. Kalian tahu, di mata saya, kalian adalah sosok-sosok hebat yang menyegarkan mata, hati, dan iman. Saya tidak perlu menyebut satu per satu dari kalian yang pernah saya kenal. Perjuangan kalian mengajak pada kebenaran, mengajarkan saya pada ilmu-ilmu agama islam, seperti tak pernah mengenal kata lelah. Saya salut pada kalian yang tetap memperjuangkan akidah islam ditengah kehidupan yang semakin pelik dengan urusan duniawi.

Kaum yang berjuang di jalan Allah,
Kalian telah mengajarkan pendidikan agama yang selama ini hampir hilang dari dunia pendidikan kita. Kita tahu di sekolah dasar hingga dunia perkuliahan hanya beberapa kali saja kita disuguhkan ilmu pendidikan tentang agama islam. Lalu, kepada siapa kita akan mencari ilmu pengetahuan tentang agama kita sendiri ? Sedangkan semua orang tahu, setiap ada perkumpulan pengajian yang sebenarnya niatnya baik, kita dianggap mengikuti dunia tetoris. Kalian tahu pendidikan zaman sekarang kejam, semakin jauh dari akidah. Bagaimana kita akan memperbaiki dunia politik, korupsi yang semakin meraja lela, jika kita sendiri tidak mengubah akhlak kita. Subhanallah, betapa saya bangga melihat perjuangan segelintir orang yang tetap istiqomah memberi pengajaran tentang ilmu agama, meskipun mereka harus secara diam-diam. Perjuangan dalam memberi ilmu untuk anak bangsa yang berakhlak mulia itu sungguh besar, kawan!

[Surat Pendidikan] Pendidikan buat Laskar Langit

Engkau adalah anak-anak yang sudah di pilih oleh Allah untuk menjadi laskar langit, dimana banyak orang yang bergantung kepadamu, Allah juga sudah memilihmu dengan benar dan sudah dipertimbangkan dengan matang. Dan tidak main-main karena Allah sudah menentukan Jalanmu meskipun dikau hidup tanpa Ayah, yang sudah di panggil Oleh Allah.

Laskar langit, dikau tidak sendirian ada aku dan juga banyak lagi laskar langit dilain tempat,  dan di antaranyaa ada yang bisa merasakan pendidikan sampai lulus Kuliah atau bahkan harus putus sekolah waktu SD. Meski kita seperjuangan namun jalan meraih pendidikan kita berbeda, namun tetaplah kita di haruskan belajar, karena Itu adalah perintah Allah.

Perintah yang sangat membawa kebaikan jika dikerjakan. Dan juga bisa membawa Pahala bagi orang Tua yang sudah mendahului kita. Dimana para laskar langit bisa lebih mudah menjadi anak Sholih atau sholihah. Doa doa laskar langit juga lebih baik dari pada doa orang Biasa.

Tidak hanya itu para laskar langit juga mendapat ujian dengan doa-doa yang diucapkan dimana doanya adalah yang baik-baik. Dan untuk itu sebaiknya para laskar langit lebih mendalami ilmu agamanya.

Semakin besar kepercayaan yang diberikan Allah kepada Manusia maka semakin besar pula tanggung jawab manusia. Oleh karena itu mari kita saling belajar dan mengajari apalagi sesama Laskar langit. Dan juga silahkan melanjutkan pendidikan kalian.

[Surat Pendidikan] Suratku, Doaku

Selamat malam…. Apa kabarmu hari ini, Pak? Maafkan aku yang telah lama tak mengunjungimu, bahkan menulis surat padamu aku tak pernah lagi. Ketika aku menuliskan surat ini mungkin engkau  sedang tertidur. Bukan mungkin, tapi kau sudah tertidur, tertidur untuk selamanya di alam sana.

Saat itu 58 tahun dan kau tetap tak pernah letih setiap pagi dengan kakimu yang semakin hari semakin ringkih mengayuh sepeda belasan kilo dan harus turun beberapa kali ketika melewati jembatan yang hanya menggunakan batang kelapa. Belasan kilo itu menjadi dua kali lipat ketika kau kembali mengayuh sepeda onthel itu menuju peraduanmu di siang hari. Peraduan yang sebenarnya hanya merupakan rumah papan dengan atap rumbia yang bahkan saat hujanpun air akan merembes masuk ke dalam rumah.

Tapi itulah kau, kau yang bahagia dengan kesederhanaanmu. Kau yang setiap pagi menyapa kami dengan tawamu, yang selalu memulai kelas dengan cerita-cerita penuh kearifan darimu. Kau yang dipenghujung pensiunmu malah kembali memilih kelas rendah untuk kau ajar. Kau ajarkan kami menulis, berhitung, dan juga hal yang paling ku benci, bernyanyi. Ya, bagiku bernyanyi adalah cuma buat anak TK. Bukan buatku yang sudah berseragam merah-putih.

[Surat Pendidikan] Selamat malam, Para Petinggi

Selamat malam, Para petinggi di negeri tercinta.

Bagaimana kabar kalian ?
Bagaimana kabar negeri  ini? Bagaimana kabar pendidikan di negeri tercinta kita ini ?
Berbicara tentang pendidikan, aku ingin menyampaikan beberapa hal. Bukan untuk menggurui atau berusaha untuk menjadi orang tahu segala hal.
Hai para petinggi,
Tahukah kalian seberapa mahalnya pendidikan di negeri ini?
Aku beri contoh sedikit ya,
Di beberapa daerah di Indonesia. Mereka yang ingin sekolah harus menempuh jarak sekian kilo meter hanya untuk sampai ke sekolah. Berjalan menempuh perjalanan sejauh 30 meter, melewati jembatan yang rapuh, yang sangat bahaya, yang bahkan jika mereka ceroboh sedikit saja mungkin mereka dapat jatuh dari jembatan tersebut. Harus menempuh jarak melalui sungai-sungai, mereka sengaja membawa baju ganti agar baju seragam mereka tidak basah terkena air sungai saat melewati sungai tersebut.
Lalu, di beberapa daerah, beberapa anak yang sudah selesai sekolah, mereka mengadakan kelas sederhana untuk anak-anak di sekitarnya. Mengajarkan, memberi  informasi apapun yang ia dapat setiap hari di sekolah. Membagikan ilmunya. Di daerah perbatasan Indonesia, pengajar sekolah dasar adalah para Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sedang menjaga perbatasan, sedangkan pengajar yang benar-benar memiliki latar belakang sebagai pengajar atau guru tidak ada satu pun.

[Surat Pendidikan] Surat Cinta untuk Pak Mentri

Kepada,
Bapak mentri pendidikan.
Di tempat.

Assalamualaikum wr. wb, pak mentri. Apapun  kondisi bapak ketika membaca surat ini, semoga Allah selalu berikan rahmat serta kesehatan untuk bapak. Perkenalkan pak, saya Ananda Bayu Sefian. Saya murid kelas tiga di sebuah SMA Negeri yang sangat jauh dari pulau jawa. Saya adalah satu dari sekian banyak anak Indonesia yang beruntung karna dapat melanjutkan sampai jenjang ini. Sekolah yang layak, guru-guru yang ramah. Walau kadang ada juga guru yang sama sekali tidak bersahabat. Saya bersyukur atas semua itu.

Saya tahu dan pastinya bapak lebih tahu, atau tahu tapi seperti tidak tahu atau malah benar-benar tidak tahu?. Di Indonesia masih banyak sekali teman-teman saya yang tidak seberuntung saya. Banyak yang tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak seperti yang saya dapatkan. Banyak dari mereka masih bertahan  dengan fasilitas sekolah yang sama sekali tidak layak untuk disebut sekolah, atapnya tidak ada, bangku dan meja yang rusak, di gabungnya antar kelas, kelas yang sesak, serta kurangnya tenaga pengajar. Yang mengakibatkan mereka tidak dapat menyimak pelajaran dengan sempurna dan masih banyak lagi.

[Surat Pendidikan] Surat untuk Bapak yang Berpendidikan Tinggi

Medan, 27 Mei 2013
Yang terhormat  ‘Pejabat’
di tempat.

           Perkenalkan, saya seorang mahasiswi dari kota yang katanya banyak premannya. Surat ini saya tujukan kepada ‘pejabat’ yang keparat. Maaf jika kata-kata saya terlalu frontal. Buat siapa saja yang berpangkat kotor tepatnya. Izinkan sekali lagi saya ucapkan biar jelas. Surat ini saya tujukan kepada-pejabat-yang-berpangkat-kotor.

              Perkenankan saya ingin menyampaikan isi hati, keluarga saya sederhana, tapi mulutnya pada berbisa. Papa saya suka menonton Anda-pejabat-yang-berpangkat-kotor. Siapapun Anda-pejabat  yang sering muncul di media TV dibandingkan berkontribusi di daerah rakyat kecil. Yang sering berkacak pinggang dengan perut buncit bahkan mungkin Anda tidak bisa melihat jempol kaki anda sendiri. Jujur saja, saya tidak menyukai tontonan Papa saya tersebut. Saya tidak ingin munafik, sayangnya saya juga sering duduk manis ikutan nonton acara tv yang ada Andanya. Apakah kita sejenis Pak ‘Pejabat’?

[Surat Pendidikan] Surat untuk Adik-Adik Kelas 6 Terminal Hujan Bogor

21 Mei 2013

Teruntuk adik-adik kelas 6 Terminal Hujan,
Hai, semua. Senang rasanya kalian sudah melewati masa-masa Ujian Nasional (UN). Pasti kalian sudah tidak sabar menanti hasilnya, bukan? Kakak selalu doakan semoga kalian lulus 100% dan bisa masuk SMP favorit kalian.Sebelum kalian melepaskan masa-masa seragam putih-merah dan berganti menjadi putih-biru. Sebelum kalian – mungkin – tidak akan datang lagi belajar di Terminal Hujan. Kakak ingin bercerita kepada kalian. Maukah kalian mendengarkan cerita kakak?

Kalian tahu mengapa dua tahun yang lalu Kak Anggun dan kawan-kawan membentuk komunitas Terminal Hujan? Karena bermula dari keresahan mereka akan pendidikan anak-anak di Indonesia: biaya sekolah mahal, fasilitas sekolah yang tidak mumpuni, siswa sekolah lebih suka tawuran daripada belajar, dan juga banyak siswa yang drop out dari sekolah. Akhirnya, Kak Anggun diperkenalkan dengan kalian semua (tidak hanya anak kelas 6 yaa..) oleh Ibu-ibu PKK Kota Bogor. Ibu-ibu tersebut menceritakan permasalahan yang ada pada diri kalian hingga akhirnya terbentuklah Komunitas Terminal Hujan.Selang setahun, barulah kakak bergabung menjadi pengajar di Terminal Hujan. Ah, betapa bahagianya kakak bisa bertemu dengan kalian adik-adik. Kakak senang melihat semangat kalian belajar – meski ada satu-dua orang yang juga malas, hee Kakak juga salut dan bangga kepada Kak Anggun dan kawan-kawan sebagai inisiator dari komunitas Terminal Hujan. Salut atas semangat juang mereka untuk membangun komunitas ini. Salut, karena mereka terus berupaya menjadikan diri kalian sosok yang pintar, cerdas, dan bermoral. Kalau bisa dikatakan mereka adalah pahlawan yang benar-benar tanpa mengharapkan balas jasa.

[Surat Pendidikan] "Jangan jadi siswa yang suka nyonto"

Kepada:
Master Fisikaku tercinta

Halo Master.
Masih ingat saya? Ah, pasti Master lupa. Coba saya ingatkan, “saya adalah salah satu siswa yang tidak pernah bosan berdiri ketika tidak bisa menjawab setiap pertanyaan dari teori-teori Fisika yang Anda ajarkan, saya adalah salah satu siswa yang tidak pernah mendapat nilai bagus setiap ulangan dan selalu remedial”. Ya, siapapun yang ada di memory Anda saat ini, saya yakin salah satunya adalah saya.

Master Fisikaku tercinta.
Tahu tidak? Master adalah “guru paling sadis” ketika Anda menjelaskan teori-teori fisika tentang hukum relativitas, vektor, arah medan magnet, elastisitas, dan …. Ah! Bahkan sayapun tidak ingat.

Tetapi, satu hal yang tidak pernah saya lupakan dari Anda, Sang Master Fisika. Kalimat ini, “Jangan jadi siswa yang suka nyonto.”

Setelah sekian lama saya tidak mendengar kalimat itu dari Anda, saya begitu merindukannya. Siapa sangka “mantra” ajaib itu bisa sangat memengaruhi saya. Bukan sekadar kata-kata dari seorang guru Fisika yang menginginkan adanya perubahan dari siswanya. Tetapi lebih dari sekadar itu.

[Surat pendidikan] Surat untukmu, Ibu

Surat untukmu, Ibu.

Berbicara tentang sosok pendidik. Aku memilih surat ini ditujukan untuk ibu. Sosok seorang pendidik dalam keluarga. Guru yang pertama kali Aku temui sejak terlahir di dunia ini. Guru yang tak pernah lelah mendidikku, memberikan fasilitas pendidikan terbaik sejak Taman Kanak-Kanak sampai sekarang duduk di bangku kuliah. Tak pernah lelah, tak pernah mengeluh. Dulu  engkau mengajarkanku berjalan, sedikit menuntunku tapi kemudian engkau lepaskan, membiarkanku mencoba sendiri. Itu engkau lakukan agar aku punya semangat untuk terus berjuang. Engkau juga kadang membiarkanku terjatuh, lalu dengan uluran tanganmu engkau mengajarkanku artinya bangkit dari keterpurukan. Dan masih banyak lagi yang kau ajarkan. Ilmu yang tak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Ilmu tentang kasih sayang, ilmu untuk saling berbagi, segala macam ilmu positif kau ajarkan kepadaku, sebagai bekalku untuk mengarungi hidupku kelak.

[Surat Pendidikan] Surat Cinta untuk Oemar Bakri

Bapak Oemar Bakri Terhormat,

            Seorang guru, pengajar dan pendidik. Cintamu pada pendidikan begitu wangi. Engkau yang setiap hari dating dengan niat berbagi ilmu, dengan keinginan besar untuk mendidik anak bangsa penerus di masa depan dengan sepeda kumbang hitammu. Baktimu pada Negara begitu besar, begitu dalam dan tanpa pamrih.
            Kami para putra-putri bangsa, yang awalnya tidak mengenal huruf, tidak tahu bagaimana membaca, tetapi engkau, wahai guru, pengajar dan pendidik, mengajarkannya kepada kami. Mengajarkan kami, mendidik kami, dan mencerdaskan kami. Bukan hanya membaca, menulis, berhitung, tetapi membagi pengetahuan dan ilmumu yang luas itu kepada kami. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Ilmu sepanjang hayat yang akan terus terkenang dan abadi di muka bumi ini.
            Wahai pendidik, pengajar yang baik dan begitu setia dengan pekerjaan dan bakti muliamu akan pendidikan bagi bangsa ini, Oemar Bakri, kaulah Sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, memberikan ilmu, pengetahun dan tenagamu untuk mengajar tanpa pamrih. Mendidik, mengajarkan, membimbing, dengan cinta dan kasih sayang. Tapi apa balasan bangsa ini padamu?
Inilah reward yang diberikan pemerintah kepada Guru. Reward itu berbentuk gaji yang kecil, itupun masih dipotong sana-sini oleh para koruptor. Bagaimana bangsa ini bisa cerdas kalau guru-guru yang ditugaskan oleh negara untuk mendidik tunas bangsa tidak dihargai tinggi semua pengabdiannya. Katanya tanah Indonesia kaya raya, kenapa penghasilan guru yang dananya didapat dari kekayaan alam ini tidak bisa besar..? tanya kenapa??

[Puisi Akrostik] Esti Kinasih

Embun pagi tebarkan kesejukan
Seperti Ibu yang selalu beri kenyamanan
Tak pernah mengeluh dalam kelelahan
Indahkan dunia dengan kelembutan

Kecantikannya terlindungi
Ibarat mawar yang indah
Namun berduri
Aku ingin sepertinya
Sematkan kasih di tiap langkahnya
Indah, menawan
Hingga lelap menutup matanya

Puisi ditulis oleh Nina Marchiatoo

[Puisi Akrostik] Bidadari Surga

B etapa kau sungguh mahkota yang berharga
I ngatkan kodrat sebagai kaum hawa
D zikirmu, hijabmu, keanggunanmu
A urat terjaga, kaulah muslimah sejati
D i sisi Allah kaulah intan permata
A ndaikan modernisasi menguak
R agamu takkan goyah
I nilah kita pejuang masa kini

S urga menanti, kaum yang di nanti
U sah kau hirau, janjiNya kan pasti
R isalah hati menguat iman
G enggaman hati tersimpan erat..
A dakah kita wanita yang terpilih ?


Palembang, 01 Mei 2013
Puisi ini ditulis oleh Sonya Annisa Ilma

[Puisi Akrostik] Uai, Bundaku

Bolehkah kusemai sajak untukmu?

"Uai, Ibu, Mama, Emak" panggilan buatmu
Namun, tak mengurangi arti tulusmu

Daduhmu merdu pengganti dongeng Cinderella atau Putri Salju
Adakah yang lebih dapat kulakukan selain bersujud pada Tuhan?
Kupeluk kau melalui doa-doa sepanjang umur

Uai, kubawa cinta tulusmu sampai akhirat....


Makasar, 1 Mei 2013
11.50 WITA
Puisi ini ditulis oleh dhilayaumil

[Puisi Akrostik] Wanita

Wajahnya selalu saja memberikanku semangat yang tak pernah habis
Airmatanya adalah kesakitan yang amat sangat dalam hidupku
Nasihatnya bagai doa-doa yang selalu aku nantikan.
Ibu,
Tidurlah dalam pelukanNya yang hangat.
Aku disini merindukan dan akan selalu mendoakanmu.

*untuk seorang teman, yang Ibunya telah tiada* :')

Puisi ini ditulis oleh Fitria

[Puisi Akrostik] Ade Nani

Ada cerita-cerita yang ingin selalu aku ceritakan padamu.
Dan doa-doa yang selalu terucap kepada Tuhan yang maha baik
Engkau tahu, nadi yang ada ditubuhku ini tidak akan memisahkan kita.

Namun, segalanya itu memang ajaib bukan?
Ada Ayah yang selalu memandangi kita dari atas sana.
Nikmat mana lagi yang harus aku dustakan?
Ibu, ijinkan aku bersyukur dengan membahagiakanmu. :')


Puisi ini ditulis oleh Fitria

[Puisi Akrostik] Perempuan Sejati

Pintar budi akalmu
Elok peringai terpuji,walau
Raga sudah tidak bisa menemani kaummu
Entah mengapa, jiwamu terpikat di hati
Mewangi seperti namamu
Pelosok negeri tahu
Ungkapan kecintaanmu yang melegenda
Anggun lenggak-lenggok Kartini
Nekat membarakan semangat emanisipasi

Sekiranya bisa,
Engkau lihat saat ini
Jutaan perempuan modern ikut beremansipasi
Alasan untuk mengenangmu
Tidakkah kau tersenyum disana?
Ia pasti tersenyum, Kartini.Perempuan Sejati.

perempuan sejati,
Puisi ini ditulis oleh fathia
29 April 2013 9.30