... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Minggu, 31 Maret 2013

Bukan cinta, tapi Kita


Tanpa kata, tanpa rasa
Hanya saling menatap, penuh tanda tanya …
Begitu saja pertemuan kita,
Tak ada yang istimewa, hanya kau terlihat lebih indah dari yang lainnya

Kebersamaan menghadiahkan persahabatan
Menyejukkan jiwa yang sunyi menjadi lebih bernyawa
Hangat tawa menjelma menjadi dilema,
Ketika hati mulai bicara, kaulah segalanya …
Seperti mimpi yang menjadi nyata, kau ada untuk kita

Saling memeluk dalam rasa yang berbeda,
Menggumamkan kata cinta yang terlalu biasa,
Membiarkan raga saling merasa,
Mengizinkan hati saling meraba …
Ego tumbuh dengan nyata,
Terlalu banyak kisah yang kita jalani,
Mengabaikan restu yang harusnya mendampingi,
Melupakan doa yang selalu mengiringi.
Hati terbuai dengan kata penuh ilusi.
Menjadi janji yang tak pasti, terucap tapi tak terpenuhi …

Inikah yang disebut cinta?

Nyatanya aku masih bertanya,
Hingga jarak ingin menjawabnya …
Ia ada untuk memberi kita ruang,
Ia ada untuk memperjelas semuanya,
Ia ada untuk mengabadikan segalanya,
Ia hadir disaat kita menginginkan kebahagiaan…

Cinta tak mengenal jarak, kerana jarak memperjelas arti cinta…
Jika cinta mempertanyakan jarak, layakkah itu disebut cinta?

Cinta,
atau hanya sekedar nafsu belaka?
Waktu membantunya untuk memperindah kita berdua

Inilah kita,
Berjalan demi masa depan tanpa saling menatap.
Menggapai mimpi yang saling berhubungan tanpa saling berucap.
Kita sudah tak sama..
Tak ada kata, tak ada rasa, tak ada air mata..
Tak ada lagi tawa, tak ada lagi sapa, tak ada mesra..
Tak ada lagi kita..

Semua berubah, semua berjalan seperti semula …
Hanya saja, hati sudah tak sama ….
Ada nama yang pernah terukir indah disana,
Sekarang semakin elok tertata rapi,
Terkunci dalam kotak hati,
Hanya menjadi penghias sanubari
Yang pernah menyecap rasa sayang penuh arti
Hati tak akan pernah mati,
Namun rasa yang sama tak akan pernah terulang lagi …

*Puisi ini ditulis oleh Ristinesia

Cinta Pertama


Diakah gadis itu?
Yang telah menjerat hatiku selama ini
,
Menelusup ke dalam lebatnya rimba angkuhku
,
Membabi-buta ...
Mengobrak-abrik pertahananku


Diakah gadis itu?
Membuatku tersungkur akan tingkah lucunya
,
Riuh penuh sejuta pelangi, duniaku pun indah
Semilir angin berbisik, menyapa kesadaranku

Aduhai, ternyata dialah gadis itu

Yang telah mengetuk pagiku
Dan akan menutup malam-malamku selanjutnya


*Buitenzorg, 12 Februari 2013
16.01 WIB*

*Puisi ini ditulis oleh hQZou

Cinta Pertama


Cinta pertamaku,
Membuat jantung berdegup …
Gup, gup, gup
Darahku menderas,
Berdebar tak jelas,
Plash, plash, plash

Mengejawantahkanku menjelma
Perindu hadirmu,
Pesakitan kepergianmu,
Pemelas kasihmu,
Pendamba cintamu,
Penyepi kehilanganmu …

Membenakkan sebuah agonia,
“Berapa lama lagi aku harus menatapmu sendirian seperti ini?”

Cinta bodoh ini …
Ia bertanya,
“Apakah jika bertahan, kau akan mencintaiku?”

*13 Februari 2013*

*Puisi ini ditulis oleh Meta Morfillah

Di


Matanya sipit. Tipeku sekali. Kulitnya mulus, kriteriaku sekali. Bibir bawahnya tebal dan berwarna merah muda. Dia alami, natural ….
“Aku capek. Pulang, yuk, Jo!” sentuhan tangannya di pundakku. Mengagetkan.
“Ah, segini doang masa kamu udah capek, sih? Olahraga pagi itu perlu, Di. Letoy banget!seruku seraya mengejeknya.
“Hahaha—” Dia terbahak. “Ini udah tahun ketiga dan elo masih manggil ‘kamu’ ke aku, Jo. Aku terharu sama k-a-m-u. Hahaha.” Dia menekankan suara pada kata ‘kamu’.
“Apaan, sih?” Wajahku merengut. “Kamu kan tau kalau sebelum menginjakkan kaki di ibukota ini, aku tinggal di kota yang tak mengenal istilah elo-gue. Jadi, kamu gak usah ngejek. Ayo, ah! Laper nih—” Aku melangkah mendahuluinya, masih dengan tersungut-sungut.
Dia mengikut di belakangku masih dengan suara cekikikan khasnya, dengan bibir merah mudanya.
Di, ini lebih dari sekadar arti k-a-m-u.

**

“Jadi apa sarapan kita pagi ini, Tuan Muda? Ka-mu mau aku beliin apa, Jo? Lagi-lagi Di menggodaku.
Aku mencampakkan sepatu olahraga sekenanya ke belakang pintu. Meskipun kos ini makin sempit, tapi aku senang. Walaupun hanya bersebelahan kamar, tapi Di di sini. Dia di sini, indekos bersamaku.
“Lontong aja, pakai telor sama perkedel, sambalnya dibanyakin. Sekalian kerupuk keritingnya tiga, ya, Di?! kataku dengan nada memerintah yang dibuat-buat.
“Siap, Bos! Tunggu sebentar, yaaa— Di berbalik kemudian berjalan menjauh.
Punggung kokohnya pun sangat mengagumkan ….

**

Aku tak pernah jujur tentang perasaan ini. Pernah sekali terceplos kalimat, Kamu cantik, Di” –yang hanya dibalas dengan tertawaan. \
Di, aku serius dengan itu ….
Lamunanku buyar. Aku tersadar. Masih di Minggu pagi saat aku dikagetkan dengan kedatangan pacar Di.
“Hai, Jo. Cintaku ke mana?” katanya sambil tersenyum tipis padaku.
“Lagi beli sarapan di warung depan gang. Gak ketemu emang?”
Dia menggeleng. “Mungkin selisih jalan. Gue ke sini naik ojek, gak jalan kaki soalnya.”
“Oh.” Aku mengangguk singkat.
“Eh, Di beli buat berapa orang, sih? Gue juga belum sarapan.” Pacarmu mengambil ponsel dan kutebak pasti dia akan meneleponmu.
Aku ingin menjauh dari sini agar tak mendengar percakapan mesra kalian. Aku berjalan menuju kamar mandi. Mending aku nongkrong di kamar mandi saja.
“Halo, Sayang? Aku udah di kos kamu, bareng Jo. Iya, kok tau aku belum sarapan? Oke. Aku tunggu ya, Sayang. Bye.”
Kupingku mulai panas mendengar percakapan mesra kalian. Sayang dia bilang? Sayangku lebih dari kata ‘sayang’ padamu, Di ….
Aku tak berminat lebih lama di kamar mandi ini. Jongkok. kakiku bakalan keram. Tapi, cuma petak ini yang bisa menjauhkan aku dari kamu untuk beberapa saat. Petak yang selalu sedia aku datangi setiap pacarmu datang. Aku benci mendengar kemesraan kalian. Aku iri mendengar pacarmu bermanja-manja padamu.
Aku suka bersebelahan kos denganmu, sangat suka. Kali pertama kamu menawarkan padaku,Yaudah, elo ngekos di tempat gue aja. Emang sih, kos campur gitu. Tapi dipagarin, kok. Peraturan tetap peraturan. Kita gak bisa macam-macam, Bro! Hahaha—
Bukan, bukan itu alasan aku mau indekos di kos-an campur ini. Aku tergila-gila sama kamu, Di. Kamu cantik, gak seperti mereka. Kulitmu mulus dan matamu sipit. Aku suka. Suka sekali.
Kamu cantik, Di. Kamu beda. Tidak seperti mereka yang sibuk memutihkan kulit dan wax sana sini. Kamu beda dari kaum kita. Kamu tidak berbulu dada. Itu naturalnya kamu, Di.
Didi Arhadi .... Aku cinta kamu.
“Jo? Joshua?!! Cepetan, deh. Lontongnya udah dingin, nih!”

*Selesai*
*FF ini ditulis oleh Fathia