... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Kamis, 09 Mei 2013

[Cerpen] Memori Dalam Kotak Kenangan



Sumber : Google
 "Rico Nugroho, panggilan untuk Rico Nugroho."
Suara suster dari loket pendaftaran berlari menghampiriku dari speaker yg ada di sudut ruangan. Aku mengumpulkan tenaga untuk berdiri menghampiri loket pendaftaran. Benda-benda di sekelilingku seakan berputar.  Aku merasa seperti sedang berada di atas kapal yang menerobos badai. Tiga hari sudah aku terbaring sakit di rumah, pusing yang teramat sangat datang menghampiri. Badanku panas, setiap ingin bangkit dari tempat tidur seperti ada yang sedang mengocok perutku, mual. Selama tiga hari ini pula perutku tak terisi makanan. Seingatku baru apel yang kemarin dibeli ibu yang sudah berhasil masuk ke perutku. Bahkan makanan-makanan enak yang kerap menggagalkan program dietku pun tak bisa membujuk perutku untuk mau diisi. Tubuhku semakin lemas, hingga akhirnya hari ini aku memaksakan untuk pergi ke rumah sakit ditemani ayah.
"Ini berkas-berkasnya, Anda bisa langsung masuk ke ruang lab untuk pengambilan darahnya."
"Oke suster."
Aku meninggalkan ayah di ruang tunggu lalu masuk ke ruangan yang ditunjuk suster itu, ia mempersilakanku duduk dan langsung menyiapkan peralatannya. Aroma khas rumah sakit menusuk hidungku, bau obat-obatan yang bercampur baur di udara, menambah rasa mual. Tak lama kemudian suster menghampiri dengan jarum suntik di tangan kanan dan di tangan kirinya ada tourniquet yang digunakan untuk mengikat lengan atasku agar darah lebih mudah diambil. Setelah tourniquet terikat kuat, jarum suntik pun ditancapkan ke lenganku. Mulai terlihat cairan kental berwarna merah memenuhi tabung jarum suntik itu.
"Sudah ya, nanti hasil tesnya bisa diambil satu jam dari sekarang."
"Oke, terimakasih suster."
Aku keluar dari ruangan menuju ruang tunggu. Mungkin kalau dalam film kartun, di atas kepalaku sudah ada bintang-bintang yang berputar menandakan kepalaku yang pusing. Tapi aku tetap paksakan berjalan. Aku harus cepat sembuh, dua minggu lagi Ujian Akhir Semester di kampusku dimulai. Itu yang menjadi motivasiku agar cepat sembuh.
Menunggu ternyata masih menjadi pekerjaan yang menyebalkan bagiku. Waktu satu jam terasa sangat panjang. Aku tak sabar menunggu hasil. Ingin sekali rasanya aku keluar dari rumah sakit ini secepatnya. Karena terlalu bosan menunggu aku putuskan untuk tidur saja di ruang tunggu.

###


"Rico Nugroho, panggilan untuk Rico Nugroho."
Lagi-lagi suara suster keluar dari speaker membangunkanku. Tak terasa sudah satu jam aku tertidur. Aku mencoba bangkit dari tempat dudukku, menghampiri suster yang memanggil namaku.
"Ini hasil pemeriksaan tadi, anda ada gejala demam berdarah, trombositnya sudah di bawah normal dan disarankan untuk rawat inap"
Aku langsung menghampiri ayah dan bertanya apakah ayah setuju kalau aku dirawat inap di rumah sakit. Ternyata ayah setuju. Beliau langsung mengurus administrasi rumah sakit, kebetulan ada tempat kosong di ruang kelas dua. Salah satu suster menuntunku menuju ruang pemeriksaan lagi untuk diinfus, setelah itu aku dibawa dengan kasur dorong menuju Ruang Kenanga di lantai dua. Ayah yang sudah selesai mengurus administrasi mengikuti dari belakang. Tak lama kemudian aku sampai di Ruang Kenanga. Ruangnya berbentuk persegi yang cukup besar, ada dua buah toilet terletak di sudut dekat pintu masuk. Kapasitas ruangan untuk empat orang pasien. Sudah ada dua orang yang menginap di situ, keduanya terlihat sudah paruh baya, yang satu terbaring lemah dengan selang infus di tangan kanan dan selang oksigen di hidungnya, yang satu lagi sedang tertidur pulas.
Ayah menghampiriku dan pamit ingin pulang dulu mau mengambil peralatanku untuk menginap karena memang tak ada persiapan sebelumnya untuk menginap di sini. Aku masih berbaring di kasur, mengeluarkan handphone dari saku. Jariku mulai menari di atas keypad qwerty, mengetik pesan singkat untuk Vira.
Sayang, aku dirawat di RS Qadr nih, baru masuk tadi, niatnya cuma periksa ternyata harus dirawat, hehe
Tak lama kemudian muncul balasan.
Waduuhhh.. Cepat sembuh sayang, maaf aku belum bisa jenguk hari ini, masih banyak pasien di sini, I'm so sorry, get well soon, Love u.
Seperti biasa, Vira selalu disibukkan oleh pasiennya di rumah sakit. Dia bekerja sebagai bidan di rumah sakit yang lumayan jauh dari kota. Rumah sakit itu tak pernah sepi dari pasien. Setiap hari pasti ada saja pasien yang menghabiskan waktunya. Saat bekerja dia jarang bisa memegang handphone-nya. Interaksi di antara kami pun mulai berkurang. Jarang sekali bisa ngobrol di telepon dengannya. Biasanya kami ngobrol hanya via pesan singkat handphone, itupun aku harus menunggu dia yang menghubungi duluan untuk memastikan aku tidak mengganggu pekerjaannya.
Jam di dalam ruangan sudah menunjukkan pukul 12 siang, tiba-tiba kantuk mulai menyerang. Aku memilih untuk tidur saja. Tapi belum sempat aku memejamkan mata, ada bayang seseorang yang melintas di pikiranku. Dengan cepat kusambar handphone di meja tepat samping kasurku. Jariku mulai menari lagi di atas keypad.
Haloo Shena, lagi sibuk gak? Aku dirawat nih di RS Qadr, jenguk doongg..
Baru saja kuletakkan handphoneku di kasur ternyata ada balasan pesan dari Shena.
Ya ampun rico, kamu sakit apa? Nanti pulang kerja aku mampir, kebetulan kan dekat dari tempat kerjaku
Ada rasa bahagia yang terselip di hatiku. Entah kenapa cuma Shena yang selalu ada saat aku butuh. Shena adalah cinta pertamaku, sebelum akhirnya sifat egoisku yang harus memisahkan kami, dan kemudian aku bertemu Vira. Aku jadi ingat seminggu lalu. Dia juga ada di rumah sakit ini, di ruang yang berbeda. Tiba-tiba dia mengirim pesan kepadaku kalau dia sedang dirawat karena tipus, dia memintaku menemaninya karena sedang tak ada yang menunggunya di rumah sakit. Ibunya pulang untuk mengambil baju ganti dan selimut untuknya. Tanpa pikir panjang aku langsung pergi ke rumah sakit. Memang hanya sebentar aku menemaninya siang itu karena ada les bahasa inggris. Tapi sorenya seusai les bahasa inggris aku kembali ke rumah sakit membawakan makanan untuknya. Bahagia rasanya ada di dekatnya, apalagi waktu aku melihat selimut yang dibawakan ibunya adalah selimut pemberianku saat ulang tahunnya dulu. Aku menemaninya hingga larut malam. Menghabiskan waktu berdua, berbagi cerita, nostalgia tentang hubungan kami dulu, sampai membicarakan tentang pasangan masing-masing. Ya, memang kami sudah sama-sama memiliki pasangan. Tapi entah kenapa bayangnya tak pernah hilang dari pikiranku dan aku pun yakin kalau di hati Shena masih ada aku.
"Sudah hampir jam 12 nih Co, kamu pulang gih, sebentar lagi Aldi datang, mungkin dia akan menginap di sini, aku tak mau sampai dia melihat kamu di sini Co."

###

"Ini obatnya, diminum setelah makan ya."
Suara suster menarikku keluar dari lamunanku.
"Baik Sus, terima kasih."
Aku belum bernafsu menyentuh makanan yang diantarkan suster. Pikiranku masih tertuju pada Shena. Aku kembali hanyut dalam lamunan tentangnya. Saat hari kedua dia dirawat pun aku kembali menjenguknya. Kubawakan dia sebuah novel, karena aku tahu hobi dia membaca dan agar dia tak bosan terus berbaring di rumah sakit.
Ada satu momen yang tak pernah terlupakan olehku. Saat sedang asyik bercerita dia mendekatkan tangannya ke arah tanganku, ingin sekali aku menggenggamnya, seperti dulu, saat kami masih larut dalam cinta. Aku ragu untuk menggenggam tanggannya, tapi ternyata dia meraih tanganku. Terasa ada aliran listrik yang mengalir melalui tanganku. Cinta yang pernah layu seperti mekar kembali. Kami menghabiskan waktu seharian berdua, hanya berdua, sampai malam harus memaksa kami berpisah.

###

PIIPP..PIIPP..
Ada pesan masuk di handphone ku, di layar tertulis nama Shena.

Co, kamu di ruang apa? Aku udah sampai di Qadr

Di Ruang Kenanga di lantai 2 Shen

Tak lama kemudian pintu ruangan terbuka dan Shena muncul dengan senyum manis yang menggantung indah di bibirnya, masih seperti dulu. Penampilannya pun tak ada yang berubah, selalu tampil simpel, apa adanya. Dia datang sambil menenteng kantong plastik di tangan kirinya dan tas yang masih menggantung di pundak kanannya.
“Halo Rico, ini aku bawain Pocari Sweat sama jus jambu buat kamu, kamu harus banyak minum untuk naikin trombositnya lagi, semoga cepet sembuh yaa”
“Makasih banyak yah Shen. Gak nyangka kita gantian masuk rumah sakitnya, kamu sudah keluar, aku malah masuk.”
“Makanya kamu jaga kesehatan dong, ini makanan kok gak dimakan? Kamu harus makan dong. Aku suapin yah.”   
Shena mengambil nampan berisi makanan yang tadi diletakkan oleh suster di meja dan bersiap menyuapiku makanan. Dengan perlahan dia menyuapi makanan, sesuap demi sesuap, sambil sesekali mengambilkanku minum. Perhatiannya padaku tidak berkurang sedikit pun, aku semakin yakin kalau masih ada cinta untukku di hatinya. Setelah selesai menyuapiku kami hanya sempat ngobrol sebentar karena dia harus pamit pulang. Tapi dia janji esok pagi sebelum berangkat kerja akan mampir menjengukku lagi.

###

Saat aku sedang asik membaca novel yang dibawakan Ayah dari rumah ada pesan singkat yang masuk ke handphone ku. Ternyata itu pesan dari Vira
Sayang, maaf ya hari ini aku gak bisa datang menjenguk, aku janji besok pasti datang
Pesan darinya membuatku kaget, besok kan Shena juga janji mau datang lagi. Semoga saja mereka datang pada waktu yang berbeda. Entah apa nanti reaksi Vira kalau dia sampai melihat Shena menjengukku. Kami sudah sering bertengkar tentang Shena. Dia sangat cemburu jika aku masih berhubungan dengan Shena. Biasanya aku langsung menghapus pesan singkat dari Shena di handphoneku jika aku bertemu Vira. Aku mungkin adalah orang yang paling jahat untuk Vira. Kalau saja dia tahu pikiranku masih saja tertuju pada Shena, entah apa jadinya nanti. Aku bingung, aku sayang Vira, hubungan kami sudah berjalan setahun lebih. Tapi tak bisa kupungkiri juga kalau bayangan Shena masih terus menetap di pikiranku. Tak pernah pergi.

###

Suara alarm handphone nyaring membangunkanku. Lekas kuraih handphone itu dan mematikan alarm, takut mengganggu pasien yang lain di ruanganku. Saat melihat layar handphone ternyata ada sebuah pesan masuk.
Pagi Rico, ayo bangun, jangan lupa sholat subuh, aku nanti mampir ke situ sekitar jam 7 yah
Ternyata pesan dari Shena. Aku menghela napas lega. Syukurlah dia datang pagi. Kemungkinan Vira akan datang siang nanti. Jadi mereka tak mungkin bertemu di sini. Aku langsung beranjak dari tempat tidurku menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Butuh usaha ekstra untuk mengambil wudhu karena tangan kananku masih terpasang infus. Setelah selesai sholat aku lanjut membaca novel di atas kasur sambil menunggu Shena datang.

###

DORR!
“Serius banget sih bacanya, hehe”
Shena mengagetkanku yang sedang asik membaca.
"‎​Huh! Untung aku tidak jantungan."
"Iya, maaf, maaf, bercanda kok bagaimana kondisimu hari ini?”
"Alhamdulillah sudah mulai membaik, hasil cek darah kemarin trombositku sudah mulai naik, mungkin besok atau lusa sudah bisa pulang."
"Waah, bagus deh, Alhamdulillah, oiya, sebenarnya aku ke sini hari ini untuk memberikan ini."
Shena mengambil secarik kertas dari sakunya, dan memberikannya padaku. Ingatanku pun kembali ke masa saat aku masih bersamanya. Dulu kami sering menuliskan puisi-puisi cinta pada secarik kertas. Aku masih menyimpan puisi-puisinya, tersimpan rapi dalam kotak biskuit kecil yang memang sudah kusiapkan untuk itu. Kotak kenangan.
Setelah memberikan kertas itu padaku ia langsung pergi ke tempat kerjanya yang terletak tidak jauh dari rumah sakit. Aku penasaran dengan isi surat yang diberikan Shena tapi aku juga takut untuk membukanya. Aku takut apa yang aku pikirkan selama ini terjadi. Dia ingin menjauh dariku. Tapi sepertinya rasa penasaranku mengalahkan rasa takutku. Kuambil kertas yang tadi aku letakkan di meja samping tempat tidurku, perlahan aku membukanya dan membaca isinya.

Mungkin dulu aku telah salah pergi darimu.
Aku terlalu egois memikirkan diriku sendiri,
tapi percayalah bisa bersamamu adalah anugerah untukku.
Bait-bait puisi darimu pun masih selalu kusimpan,
tersimpan rapat dalam kotak kenangan kita,
Tapi tidak dalam hati.
Biarlah kenangan kita jadi kenangan yg terindah.

Maaf,
Saat ini aku belum bisa membuka kotak itu,
Karena hatiku masih terpatri nama "Aldi"

Aku senang bisa menghabiskan waktu denganmu beberapa minggu ini,
Tapi aku tak bisa terus seperti itu,
Aku tak ingin mengkhianati cinta Aldi.

Harus aku akui,
Masih ada cinta untukmu,
Aku takut,
Takut dengan tetap bersamamu cinta itu akan semakin besar
Takut dengan tetap bersamamu akan membuatku khilaf.

Jadi,
Aku putuskan untuk sesaat menjauh darimu,
Mungkin ini yang terbaik untuk kita,
Dalam hatiku tetap berharap bisa bersamamu lagi,
Tapi mungkin bukan saat ini,
Biarlah takdir yang menentukan jalannya,
Sampai saat kita bisa melanjutkan bait-bait puisi kita,

Tapi,
bukan saat ini...

DEGG!
Seperti ada yang menghantam hatiku dengan keras, ternyata apa yang kupikirkan benar-benar terjadi. Mungkin memang salahku juga yang terlalu berharap. Aku juga telah salah kepada Vira karena telah menyia-nyiakan cintanya. Banyak rasa yang berkecamuk dalam hatiku. Di satu sisi aku sedih karena harus berpisah dari Shena, tapi di sisi lain aku pun senang, karena mungkin dengan cara ini aku bisa lebih mencintai Vira, tanpa bayang-bayang Shena.
Aku jadi teringat kata-kata Shena dulu waktu kami pisah.
Masa lalu itu seperti spion, kita boleh sesekali melihat kearahnya sebagai pelajaran agar kita lebih hati-hati. Tapi ingat, yang ada di depan jauh lebih penting. Masih ada masa depan yang harus dijalani.
Mungkin memang ini jalan yang terbaik untuk aku dan Shena. Saat ini yang harus kupikirkan adalah apa yang ada di depanku, apa yang ada di hadapanku, Vira. Aku tak boleh menyia-nyiakan cintanya. Aku berjanji akan mencoba lari dari bayang-bayang Shena. Biarlah surat ini menjadi penghuni baru dalam kotak kenanganku yang mungkin tak akan pernah kubuka lagi.
###
*Cerita Pendek ini ditulis oleh  Setyo Joko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar