Nisa tertunduk memperhatikan bulir-bulir hujan yang jatuh ke
jari-jari kakinya, sebenarnya bukan hanya kakinya namun seluruh
tubuhnyapun sudah basah kuyup. Hujan sore ini tidak membuat Nisa menepi
untuk menghindarinya. Ia lelah hari ini. Lukanya menganga lebar, Sakit
sekali. Setidaknya tetesan air hujan dapat membuat wajahnya terlihat
menjadi samar. Antara airmata dan air hujan...
Perang antara hati dan otaknya membuat ia menjadi
semakin lelah. Tentang rindu yang sudah menumpuk terlalu tinggi, tentang
hati yang mencintai dengan cara yang tak bisa di mengerti, tentang jiwa
yang sudah begitu sabarnya menunggu. Ia butuh istirahat sejenak. Ia
butuh waktu tanpa memikirkan apapun. Namun itu semuapun “dulu”. Kali ini
Nisa hanya sedang mengingat bukan meratapi. Ia yakin keputusannya sudah
tepat karna waktu terus berjalan maka ia akan tetap melangkah ke depan
tanpa menoleh ke belakang. Kini airmata di wajah Nisa terlihat di hiasi
dengan senyum. Senyum bahagia, bahagia karna berhasil melepaskan dan
merelakan.
***
“Huh! Kuliah pagi buta begini selalu saja menyulitkanku” Rian menggerutu.
“Jam berapa ini? Jam 7 kamu bilang pagi buta yan? Ckck.. dasar tukang molor” ucap Nisa sambil berkacak pinggang.
“Hahaha.. aku sih masih tetap tenang karena ada gadis
cantik yang selalu membangunkanku setiap pagi” goda Rian sambil memeluk
pundak Nisa.
“Kasihan sekali gadis itu pasti.. ” Nisa melotot lucu lalu menjitak Rian.
“Aduh.. hahahaha.. nanti ada kuliah jam berapa lagi kita, Nis?” Rian terkekeh.
“Jam satu matakuliah pemasaran” jawab Nisa sambil berlalu.
Nisa selalu menikmati suasana pagi seperti ini besama
Rian. Menyenangkan bisa membangunkan dan mengingatkan Rian pagi-pagi
untuk segera mandi. Lucu sekali saat mendengarkan suara Rian yang sedang
terkantuk dan uring-uringan di ujung telefon. Dan lagi lagi melihat
Rian melahap sarapan sandwich yang Nisa bawakan adalah kebahagiaan yang
tidak bisa di jabarakan. Ah terlalu banyak hal yang Nisa sukai dari
sahabatnya itu.
Lima tahun sudah mereka bersahabat. Hanya berdua dan tanpa pasangan masing-masing, mereka berdua sudah terlalu klop sehingga
tidak berniat untuk menambah personil di dalam persahabatan mereka.
Bahkan banyak teman-teman mereka yang mengira Nisa dan Rian berpacaran.
Mereka selalu menanggapi dengan guyonan jika di tanya begitu oleh siapapun. Tetapi pada kenyataannya Nisa menikmati itu.
***
Orland’s cafe
“Kenapa yan? Tiba-tiba ngajak aku kesini?” tanya Nisa “aku lagi nggak ada duit nih” kali ini Nisa berbisik karna tidak ingin orang lain mendengarnya.
“Emmm” Rian berfikir sambil menyusun kata yang pas untuk di keluarkan.
“Heii.. jangan bengong dong, coba dulu pesankan aku cappucino” Nisa tertawa.
“Sebentar, Nis” Rian menarik nafas “ada yang lebih penting dari itu” kali ini wajah Rian serius
“Ah? Sepenting apa sampai mukamu seperti orang habis masuk angin.. haha” goda Nisa
“Aku sedang tidak bercanda, Nis” ucap Rian sambil mengalihkan pandangannya kearah lain.
“Iya, yan.. oke oke silahkan bicara” Nisa mempersilahkan.
“Aku..aku sedang jatuh cinta dengan seorang wanita, nis” ucap Rian lalu diam dan menunggu respon Nisa.
Aku sedang jatuh cinta
aku sedang jatuh cinta
aku sedang jatuh cinta
Lama terdiam. Empat kata itu sangat mengejutkan Nisa.
Entah berapa kali kata-kata itu terulang di telinga Nisa padahal ia tahu
Rian hanya mengucapkannya sekali. Mendengar pengakuan Rian dada Nisa
mulai sesak “ya Tuhan..” Nisa dalam hati.
“Nis?” Rian menatap Nisa “kenapa diam? Kamu sakit?” tanya Rian khawatir karna melihat raut wajah Nisa berubah.
“Eh? Sakit? Siapa yang sakit?” jawab Nisa tergagap
membuat Rian bingung. Ah.. bodoh sekali aku ini. Nisa berkata dalam hati
setelah menyadari apa yang sudah terjadi.
“Kamu Nisa.. kamu sakit?” Rian bertanya lagi “biasanya kamu selalu antusias jika aku bercerita apapun”
“Kamu jatuh cinta? Dengan siapa yan? Apakah aku kenal dengan wanita itu?”
Rian tersenyum mendengar pertanyaann Nisa. Jika ia sudah
mulai banyak bertanya ini menandakan Nisa sudah normal kembali.
“Sebenarnya aku belum lama mengenalnya. Tapi rasa itu
tiba-tiba muncul disini” Rian menunjuk hatinya “aku juga tidak tahu
mengapa, aku mulai merindukannya, Nis jika aku tak melihatnya” mata Rian
menerawang.
Lalu cerita mengalir lancar dari mulut Rian. Ia mengenal
Putri, seseorang yang telah membuatnya jatuh cinta sekitar enam bulan
yang lalu. Saat sama-sama mengikuti event fotografi. Tidak ada yang
istimewa pada pertemuan mereka. Berawal dari hobi fotografi yang sama.
Obrolan mereka berduapun begitu menyenangkan. Tidak hanya sampai di
event itu, obrolan dan pertemuan merekapun berlanjut di hari-hari
selanjutnya.
***
Setelah pertemuannya dengan Rian berakhir Nisa sangat
bersyukur karna ia tidak bisa bertahan lebih lama lagi bersama Rian,
sekarang ia ingin sendiri.
Tubuh Nisa membeku, ia memijat keningnya. Ia kini
benar-benar tidak menduga empat kata yang keluar dari mulut Rian dapat
membuatnya linglung, kehilangan kontrol. Jadi selama ini Rian
benar-benar tidak tahu? Tidak mengetahui bahwa Nisa sangat mencintainya?
Kali ini air matanya menetes, semakin deras ketika Nisa mencoba untuk
menahannya. “Rian..” ucapnya lirih “kali ini boleh aku menjadi lebih
egois dari biasanya? aku..aku.. mencintaimu..” bibir Nisa bergetar.
***
Pukul dua malam Nisa terbangun. “oh Tuhan..” ia menyadari
bahwa keadaannya sangat buruk ketika terbangun, sepulangnya dari
bertemu dengan Rian tadi Nisa teringat ia hanya menangis lalu tertidur
tanpa melepas jaket dan kaus kakinya. Sejajar dengan tempat tidur Nisa
bisa melihat sosok bayangannya di cermin. Sangat berantakan.
Rambutnyapun acak-acakkan tak beraturan. Lalu ia segera ke kamar mandi
untuk memperbaiki dirinya.
Mungkin hanya tuhan yang tahu segalanya
apa yang ku inginkan di saat saat ini
kau takkan percaya kau slalu di hati
haruskah ku menangis tuk mengatakan yang sesungguhnya
kaulah segalanya untukku
kaulah curahan hati ini
tak mampuku melupakanmu
tiada lagi yang kuharap hanya kau seorang
haruskah ku menangis tuk mengatakan yang sesungguhnya
kaulah segalanya untukku
kaulah curahan hati ini
tak mampuku melupakanmu
tiada lagi yang kuharap hanya kau seorang
Merasa sedang tidak tahu mau melakukan apa. Nisa menulis
lirik lagu yang akhir-akhir ini sedang ia sukai pada satu lembar kertas
warna ungu yang ia miliki, tetapi sebelumnya ia tidak benar-benar tahu
bahwa lagu ini sangat menyedihkan. Ia seperti sedang merasakannya
sekarang. Merasa putus asa ia sekarang menggunting lembaran kertas itu
menjadi sebuah potongan-potongan puzle. Lalu ia satukan lagi di lantai.
selama beberapa saat berdiam di kamar. Memikirkan apa
yang sudah ia ketahui hari ini dan akhirnya untuk kesekian kalinya Nisa
menyadari satu hal yang rasanya untuk di ingkaripun sangat percuma.
Lima tahun bukan waktu yang sebentar bukan? Ya,
selama lima tahun Nisa menjalani persahabatan dengan Rian. Entah di
mulai sejak kapan Nisa menyadari satu hal. Ah, mungkin bukan hanya satu
hal. Nisa menyadari bahwa ada perasaan lain yang timbul di tengah-tengah
persahabatannya dengan Rian. Bukan soal apa-apa. Mungkin sebuah makna
dari kata PERSAHABATAN lah yang mau tidak mau membuat Nisa untuk menepis
segala perasaan yang timbul.
Embel-embel sebuah kata “persahabatan” membuat Nisa
bertahan sampai saat ini. Bertahan untuk menepis segala hal-hal lain
yang terjadi pada hatinya jika menyangkut segala hal tentang Rian.
kemudian ia merasa dirinya membutuhkan tidur sekarang. Ia tidak ingin
hatinya bekerja lebih cepat daripada otaknya. “hentikan, Nis..” Nisa
berkata pada dirinya sendiri.
***
“Nis, kamu dimana? Lagi sibuk nggak?” suara Rian terdengar begitu ceria di ujung telefon.
“Aku lagi di perpustakaan fakultas, yan. Kenapa? Nggak terlalu sibuk sih” jawab Nisa.
“Aku jemput ya?”
“Mau kemana memang kita?” alis Nisa berkerut.
“Sudah tenang saja. Tunggu di luar perpustakaan. Lima menit lagi aku sampai”
Sebelum Nisa sempat berbicara, Rian dengan cepat sudah
menutup teleponnya. Sebenarnya Nisa sedang tidak bersemangat untuk
melakukan aktifitas apapun. Kejadian beberapa hari yang lalu sepertinya
sangat berpengaruh terhadap mood Nisa. Bahkan terbesit di benak
Nisa untuk menghindari Rian sementara waktu. Tapi ajakan Rian barusan
entah mengapa ia tidak menolak sama sekali. Mungkin satu-satunya alasan
Nisa menyetujui ajakan Rian adalah “rindu”. Tepat sekali Nisa sangat
merindukan Rian. Sudah tiga hari ia mengurung diri di rumah dan tidak
bersemangat melakukan apapun. Ia hanya ingin sendiri. Tetapi sepertinya
tidak untuk hari ini. “hff..” Nisa menghela nafas.
“Hai cewek cantik ayo masuk, kenapa bengong? Mikirin aku
ya?” seru Rian sambil terkekeh di dalam mobil honda jazz miliknya.
“Kamu lama” acuh Nisa
“Wah masa iya? Maaf deh di lampu merah depan kampus kita macet banget, Nis” ucap Rian sambil tersenyum.
“Sudah lupakan, kita mau kemana sekarang?” tanya Nisa masih acuh dan masuk ke dalam mobil.
“Nanti donk, kamu cukup duduk manis sambil menebak-nebak surprise yang aku buat” jawab Rian.
Drrttt... drrttt.... handphone Rian yang di letakkan di
dashboard bergetar kencang. Dengan buru-buru Rian mengangkat telepon
yang entah dari siapa, sepertinya penting.
“Iya halo? Oh iya ini aku sudah bersama Nisa, put. Oke..
tunggu ya lima menit lagi aku sampai. Oke bye”Rian tersenyum setelah
menutup teleponnya.
Kening Nisa berkerut. Tanpa bertanya kepada Rian Nisa
mulai berfikir astaga apa ini? Apakah seseorang di ujung telepon itu
adalah... adalah wanita yang di sukai Rian? Jadi apakah sekarang aku
akan bertemu dengannya? Lalu aku akan menjemput lukaku sendiri dengan
mengikuti kemauan Rian saat ini. Ah kepala Nisa mulai pusing namun ia
tetap tidak mau bertanya kepada Rian tentang siapa wanita di telepon
itu. Ia belum siap. Bisakah aku melompat keluar dari mobil ini sekarang
juga? Tuhaaann..
“Kamu kenapa sih, Nis? Akhir-akhir ini kamu terlalu
banyak diam, tidak seperti biasanya, bahkan terkadang melamun. Kamu ada
masalah, Nis?” tanya Rian hati-hati.
“Ah? Oh enggak. Nggak ada apa-apa, yan” jawab Nisa gagap karna tersadar dari lamunannya.
“Ayolah, Nis. Kalau begitu jangan diam saja. Ini adalah
hari spesialku. Kamu pasti akan ikut senang nanti” ucap Rian masih
tersenyum.
“Iya, yan” jawab Nisa dengan senyum yang di paksakan.
Tidak lama kemudian, mereka sampai di tempat yang Rian tuju dan Nisa sangat mengenal tempat ini.
“Ayo turun.. hei, Nisa. Kamu melamun lagi. Ayolah” ajak Rian.
“Oh iya, yan. Sebentar” Nisa memang melamun lagi
“Orland’s cafe?” kali ini Nisa bergumam pelan “kamu mengajak wanita itu
ke tempat favorit kita, yan?”dengan nada kecewa namun kali ini lebih
pelan karna Nisa tidak ingin Rian mendengarnya. Mata Nisa sedikit panas.
Rian menepuk pundak Nisa yang sedaritadi masih melamun di depan cafe menunggu Rian memarkirkan mobilnya.
“Ayo..”ajak Rian sambil menarik lengan Nisa dengan lembut ke dalam cafe.
Begitu masuk ke dalam cafe Rian langsung membawa Nisa ke
salah satu meja untuk menghampiri seorang wanita cantik. Wanita itu
terlihat santai sambil memegang camera SLR miliknya.
“Hai. Put? Putri?” panggil Rian mengulangi karna Putri terlihat tidak mendengar sapaan Rian.
DEG !! jadi wanita ini? Siapa namanya tadi? Putri? Wanita
itu memang sangat cantik. Rambutnya sebahu di biarkan terurai bebas,
hidung mancung, mata sipit, mengenakan dress mini berwarna putih yang
sangat cocok dengan warna kulitnya yang juga putih.
“Hai,kamu Nisa?” ucap wanita itu sambil mengulurkan tangan
“hai putri, iya aku Nisa...” Nisa menyambut tangan wanita itu.
“nah ini surprisenya, Nis. Ini Putri yang sering
aku ceritakan. Ayo duduk semua, kenapa masih pada berdiri? Hehe “ ata
Rian mencairkan suasana.
Selama satu jam, mereka menghabiskan waktu
bersama. Ryan sepertinya sangat antusias dan menginginkan Nisa dan
Putri saling mengenal satu sama lain. Cara Rian menatap Putri sangat
menganngu fikiran Nisa. Nisa begitu paham apa yang sedang dirasakan Rian
saat ini. Dan ia pun hanya bias diam, berharap pertemuan ini segera
berakhir.
“Nis, aku akan mengantar Putri pulang terlebih
dahulu. Tapi, kamu jangan pulang dulu ya, tunggu aku disini. “ ucap Rian
tiba-tiba.
“Iya, maaf ya Nis. Aku harus pulang. Lain kali kita harus bertemu lagi. Gimana ?” Putri menambahkan.
“nggak apa-apa put, senang berkenalan denganmu.
Lain kali kita bertemu lagi” satu hal yang pasti adalah selama satu jam
mereka mengobrol bersama, Nisa sadar bahwa Putri wanita yang baik. Ia
pun memiliki wawasan yang luas.
“ingat ya Nis, tunggu aku disini” Ucap Rian sekali lagi
“iiya yan.. “
****
Malam sudah menunjukan wajahnya, tapi
untuk hari ini Nisa tidak ingin pulang kerumah. Ada satu hal yang ingin
ia selesaikan. Tidak dapat ditunda, harus malam ini.
Ryan sudah mengantar Putri pulang
kerumahnya dan Nisa tidak begitu tahu seberapa jauh rumah Putri sampai
ia harus menunggu selama satu jam di Orland’s CafĂ©.
Saat ini mereka sedang berada ditaman yang
terletak ditengah kompleks perumahan tempat tinggal Nisa. Taman itu
sudah sepi, hanya tinggal mereka berdua. Dan Nisa mengajak Rian untuk
ketaman ini. Menyelesaikan sesuatu.
“Ryan, aku boleh tanya?” Nisa memulai obrolan diantara mereka dengan hati-hati.
“sejak kaapan kamu menanyakan sesuatu harus ijin dulu Nis?” Ryan bertanya balik
“oke..”
“sebuah arasa cinta itu menurut kamu
seperi apa? Dan arti sahabat itu seperti apa?”tanya Nisa akhirnya
Ryan terdiam untuk mencerna setiap kata yang diucapkan Nisa
“sebuah rasa cinta? ah, entahlah Nis.
Kau tahu sendiri, aku tidak benar-benar bisa menjelaskan dengan detail
apa itu rasa cinta.. “
“tapi, sederhananya adalah saat kamu
mencintai seseorang. Kamu ingin seseorang tu baik-baik saja, tidak ada
hal buruk yang terjadi padamya. Kamu melakukan apapun dengan tulus
kepadanya dan kamu tahu, kepada Tuhan yang maha baik ada namanya yang
akan selalu kamu doakan.”
“dan sebuah rasa cinta itu tidak
memaksa, ia membiarkan hati sama jiwa kita jalan beriringan. Mengalir
menuju arah yang masih misteri. Yang membuat kita menebak-nebak akan
kemana akhirnya nanti.” Ucap Ryan dengan nada tegas dan pasti.
Nisa merasa matanya sudah panas,
dan ia tidak akan berkedip kalau bisa. Karna hanya butuh satu kedipan
untuk membuat airmatanya jatuh. Nisa menguatkan hatinya untuk sekali
lagi.
“lalu apa arti sahabat untuk kamu?” Tanya Nisa untuk kedua kalinya.
Ryan terlihat berfikir sebentar, seperti sedang menemukan jawaban yang tepat.
“Sahabat itu kamu Nisa.. Sebuah
rasa menyayangi yang tidak akan pernah ada habisnya. Setiap harinya, aku
bersyukur kamu masih ada disamping aku. Menjadi sahabat terbaikku.
Bagaimana denganmu? Apa arti sahabat untukmu?”. tanya Ryan
Nisa belum siap dengan pertanyaan
Ryan, harusnya tidak ada pertanyaan yang muncul dari mulut Ryan malam
ini.
“Sahabat itu seperti refleksi diri.
Seperti dua sisi sekeping koin. Berbeda namun tidak dapat dipisahkan.
Dan, sahabat itu kamu Ryan, rasanya aku tak perlu mencari lagi sahabat.
Untuk kamu yang selalu ada untuk aku, itu sudah lebih dari cukup…” dan
airmata Nisa pun tanpa bias ditahan lagi mengalir dengan derasnya.
Ryan yang terkejut melihat Nisa
menangis langsung mengenggam tangan Nisa dan membiarkan Nisa menangis
selama yang ia mau. Seperti yang selalu Ryan lakukan selama ini.
Beberapa saat kemudian, Nisa
selesai dengan tangisnya. “Ada apa Nis?Kamu Kenapa?” Tangan Ryan masih
mengenggam tangan Nisa, dan bagi Nisa itu sangat menguatkan.
Sambil tersenyum, Nisa berkata
“Aku nggak apa-apa yan, antar aku pulang sekarang ya..” Dan Ryan tidak
bertanya lebih lanjut. Ia langusng mengantar Nisa pulang kerumahnya.
***
Kau tahu rasanya
mencintai sahabat sendiri? bagiku itu ternyata bukan hal yang aneh.
Kalau ada yang namanya cinta pada pandangan pertama. Mengapa tidak bisa
jatuh cinta terhadap seseorang yang sudah dikenal dekat selama lima
tahun lebih?
Awalnya aku memang
menyangkal segalanya. Aku merasa ini semua perasaan yang salah. Tidak
seharusnya aku merasakan semua ini bukan?
Seseorang pernah
mengatakan bahwa persahabatan diantara lelaki dan perempuan, pasti akan
nada sesuatu didalamnya. Aku menyetujuinya.
Tapi, ah betapa
dangkalnya fikiranku. Harusnya aku tidak pernah menyalahkan sebuah
perasaan yang datang. Harusnya aku mensyukuri setiap nikmat Tuhan, salah
satunya adalah aku dapat merasakan bagaimana rasanya mencintai
seseorang dan.. rasanya sungguh luar biasa.
Dan pada akhirnya akupun
menyadari, apa yang Ryan lakukan pun tidak ada salahnya. Ia mencintai
seseorang dan sudah seharusmya aku turut bahagia mendengar semua itu.
Bagaimana dengan
perasaanku? Setelah pembicaraan dengan Ryan tadi. Aku akhirnya membuat
suatu keputusan. Ryan sama sekali tidak perlu tahu perihal perasaanku.
Aku akan tetap menyimpan segalanya. Menjaganya dalam hati.
Sampai kapan? Entahlah.
Kalaupun suatu saat nanti ada seseorang yang datang. Rasaku terhadap
Ryan akan tetap mempunyai tempat istimewa dihatiku. Tempat khusus untuk
seorang sahabat..
Satu hal yang aku pelajari
adalah cinta dan persahabatan itu dua hal yang tidak bisa lepas dari
kehidupan seseorang. Dua hal itu akan terus jalan beriringan. Tidak
peduli apapun yang terjadi, sahabat akan selalu ada bukan? Dan cinta
juga akan selalu mendampingi bukan?
Nisa selesai. Selesai menulis diary
untuk malam ini dan selesai pula untuk hatinya. Untuk esok dan
seterusnya, Nisa akan membiarkan segalanya mengalir. Membiarkan semesta
membuat kejutan-kejutan lain untuknya.
***
*Cerita Pendek duet ini ditulis oleh Yani & Fitria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar