Aku adalah seorang yang keras hati
Yang tak pernah merasakan kelembutan hati
Hingga di sini. Di penantian terakhir
Kuberjumpa dengan engkau terpikat aku jadinya
PADI – Angkuh
Sebenarnya apa, sih, enaknya galau? Pertanyaan itu yang
sering berputar-putar di benakku. Kenapa teman-temanku pada bangga
cerita ke diriku dan orang-orang bahwa mereka sedang galau? Dan penyakit
utama mereka galau adalah karena suka dengan lawan jenis. Oh, yeah, sesuatu yang belum pernah aku rasakan meski aku sudah hampir menginjak usia kepala tiga.
Ada-ada saja tingkah laku para galauer dalam mengekspresikan kegalauan mereka: ‘menyampah’ dengan update status di social media,
mencuri waktu belajar atau bekerja hanya untuk curhat dengan rekan
semeja, sibuk telepon atau sms, dan hal yang tidak bermanfaat lainnya.
Bagiku, setiap ada permasalahan—entah itu masalah kerjaan atau pun
orang-orang di rumah—aku coba menghadapinya dengan kepala dingin. Tidak
perlu sibuk cerita ke sana-ke sini hanya untuk menunjukkan bahwa aku
sedang galau. Apa enaknya orang-orang tahu permasalahan kita? Hanya
untuk mencari simpati?
Semua pertanyan itu terus menganga hingga aku menemukan jawabannya.
***
Berbicara masalah cinta, hmm, memang saat ini aku belum menemukannya.
Teman-temanku bilang bahwa aku terlalu banyak kriteria. Bahkan sobatku
sejak SMA mengatakan bahwa aku terlalu angkuh untuk setidaknya lebih
kenal secara dekat dengan seorang wanita. Apa salahnya? Jujur aku tidak
ingin salah dalam memilih pasangan. Aku tidak ingin para wanita
memandangku hanya karena tampang fisik semata atau pun status sosial
yang aku sandang saat ini. Aku hanya ingin mendapatkan cinta pertama
sekaligus terakhir dalam hidupku. Itu saja.
“Woy! Sedang apa kau, Dimas? Melamun saja dirimu. Apa sedang
memikirkan wanita? Hahaa,” seorang rekan kerja, Rino, mengagetkan
lamunanku.
“Aah, enggak, ini aku sedang menyelesaikan laporan,” jawabku kalem sambil pura-pura memainkan tuts laptop.
“Ayo, pulang! Sudah jam 8 malam, tuh. Oh, iya, anterin gue ke toko kue dulu sebentar, ya? Anak gue titip minta dibelikan kue bolu pandan kesukaannya,” ajak Rino.
“Atur saja bos, toh, gue nebeng mobil lu ini.”
Di toko kue—saat Rino sedang asyik berbelanja—mataku tertuju ke arah
luar yang dibatasi jendela kaca besar. Aku melihat ada seorang wanita.
Dia sedang membantu seorang kakek memungut buah mangga yang berserakan.
Rupanya kakek tersebut tersandung sehingga buah mangga jualannya jatuh
berantakan.
Aku amati wanita tersebut: tidak begitu cantik tapi menarik dan
memiliki kelembutan hati. Sekonyong-konyong, hatiku tergerak untuk
mendekati wanita tersebut. Jalan raya yang ramai membuat aku sulit untuk
menyebrang. Dan oh, damn, kemana gerangan wanita tersebut? Aku mencari-carinya, bertanya ke orang-orang tapi tidak ada yang tahu.
Berhari-hari aku diliputi kerinduan akan sosok wanita tersebut. Aku
tidak tahu harus ke mana mencari dirinya. Mengapa rasa cinta yang baru
pertama kali aku alami membuatku menjadi gila dan *sigh* galau. Akhirnya harus kuakui, aku galau. Kini aku mengerti kenapa para galauer
begitu ekspresif atas kegalauannya. Karena mereka butuh tempat untuk
mencurahkan perasaannya dan atau pun berharap ada solusi atas
permasalahannya. Dan kini aku butuh solusi ke mana harus menemukan
dia—cinta pertamaku.
*FF ini ditulis oleh haqizhou
Tidak ada komentar:
Posting Komentar