... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Selasa, 10 September 2013

Berbahagialah disana, Disa.

Cuaca akhir-akhir ini memang tidak menentu. Harusnya bulan ini adalah musim penghujan. Tapi entah mengapa, panas yang menyengat pun terkadang mendominasi. Tapi senja kali ini sepertinya sedang sendu, hujan datang sedari tadi yang tidak menunjukan tanda-tanda akan berhenti.
Dari jendela, terlihat hujan sangat deras. Beberapa orang sibuk memayungi dirinya masing-masing. Dengan payung, tas atau bahkan plastik seadanya. Mereka sibuk mencari tempat atau sesuatu yang bisa melindungi diri dari hujan. Sebentar, mengapa banyak orang yang tidak menyukai hujan ?
Sedangkan aku, aku masih saja duduk disini. Duduk di kafe ini sudah kurang lebih dua jam, masih dengan laptop yang terus menyala, beberapa kertas yang berserakan dan tiga cangkir kopi yang telah kuhabiskan.
Rutinitas adalah sesuatu yang membosankan, menurutku. Aku sudah merasa lelah dengan deadline yang tidak ada habisnya, dengan meeting-meeting yang hanya menghabiskan waktu atau suara ocehan bos yang masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Bekerja menjadi salah satu karyawan di sebuah perusahaan besar membuatku muak. Aku ingin bebas.
Dan bulan ini, aku memutuskan untuk mengambil keputusan yang mungkin bagi sebagian orang adalah hal gila. Aku akan berhenti bekerja setelah semua tanggung jawabku di kantor selesai. Aku akan menikah dan aku akan tinggal di Bali, tempat impianku menghabiskan waktu. Aku ingin bebas dan berkarya disana. Menjadi seorang fotografer yang sesekali menjadi seorang penyair, untuk diriku sendiri.
**

Hari senin, hari yang aku sukai. Hari dimana aku akan memulai segalanya dari awal. Dengan semangat baru setelah menghabiskan weekend dengan orang-orang disekelilingku. Aku terkadang heran, mengapa banyak  orang yang tidak menyukai senin? Bukannya harusnya bersyukur karena sudah bisa merasakan weekend? Begitulah hidup.
“Kamu hari ini mau kemana?” kudengar suaranya yang pertama untuk hari ini, aku rindu.
“Selamat pagi, lelaki hujanku. Kamu menelpon dengan awal kalimat tanya seperti itu? Hmm kuharap kamu tidak lupa menghabiskan sarapanmu. Aku hari ini akan ke Bandung, menemui klienku yang memang harus bertemu langsung di Bandung. Hanya sebentar, lagipula besok aku harus ke tempat Ibu. Membicarakan persiapan untuk acara kita... “. Aku tersenyum mendengar ocehannya pagi ini, selalu ramai jika membicarakan apapun dan aku menyukainya.
Disa. Seseorang yang kutemui delapan tahun yang lalu. Aku sangat percaya takdir dan sama sekali tidak percaya akan kebetulan.Aku dan Disa sama-sama mengikuti pelatihan fotografi waktu itu. Hal yang pertama membuatku tertarik – atau mungkin sedikit heran- adalah diantara sepuluh peserta pelatihan fotografi ini hanya Disa satu-satunya wanita yang ikut.
Seperti layaknya lelaki yang mendapatkan hadirnya satu perempuan diantara mereka,  teman-temanku  berusaha mencuri perhatian Disa. Aku hanya memperhatikan, untuk soal mendekati perempuan kuakui aku sedikit payah.
Kuperhatikan Disa hanya tersenyum dan mengobrol seadanya, tidak berlebihan dan tetap ramah. Dan aku sadar, aku jatuh cinta sejak hari itu, sampai saat ini.
“Bagaimana pelatihannya?” aku langsung menembak pertanyaan kepadanya, ia sempat terlihat kaget karena aku yang tiba-tiba bersuara. Karena sedari tadi memang kami saling diam. Duduk saling diam di halte busway, dia sibuk dengan DSLR milikya. Sedangkan aku sibuk memikirkan bagaimana cara memulai pembicaraan ini. Ah, payah sekali bukan ?
“hm? Menyenangkan. Aku sangat suka pelatihan seperti ini, bagaimana denganmu?” jawabnya sambil mematikan DSLR nya,  ia menghormati orang yang berbicara dengannya.
Semenjak saat itulah, aku tidak akan menghabiskan waktuku untuk menyesal. Aku jatuh cinta, mendekatinya. Berusaha mengetahui hal-hal yang tidak ia sukai atau yang sangat ia sukai. Ada beberapa hal yang tidak bisa dipisahkan dari kami berdua. Foto, hujan, dan puisi. Kami berdua menyukai fotografi dan kami berdua memutuskan untuk masuk total kedalam dunia fotografi setelah kami menikah nanti. Lalu hujan, aku dan Disa sangat mencintai hujan. Saat pasangan-pasangan lain jika hujan turun akan meneduh di ruko-ruko atau tempat makan sambil menunggu hujan turun, kami malah terkadang sengaja untuk menerobos hujan. Hujan-hujanan menurut kami bukan hanya milik anak kecil saja. Maka dari itu, Disa selalu memanggilku dengan lelaki hujan. Lucu saat mendengar sebutan itu untukku, tapi toh aku menikmatinya. Dan puisi, aku tidak akan mengatakan puisi-puisi yang kuhasilkan sangat bagus atau bisa mengalahkan para penyair favoritku. Aku menyukai saat berpesta dengan hujan, puisi dan Disa yang selalu menemaniku. Itu  saja sudah cukup.    
*****
“Kamu tahu? Siang tadi bos menyuruhku datang keruangannya. Ia mengatakan suatu hal yang bagiku tidak mungkin... “ Disa selalu menceritakan apapun kepadaku, seperti saat ini. Kami sedang berada di kafe langganan kami. Menikmati makan malam dan membicarakan banyak hal.
“ Oh ya? Apa? Kamu tidak di perbolehkan untuk resend?” aku menebak, Disa bekerja disebuah perusahaan keramik yang dituntut deadline yang sepertinya tidak pernah mengenal kata “lelah”. Dan Disa rasanya sudah cukup bekerja disana selama empat tahun. Ia akan resend bulan ini, setelah pernikahan kami dilaksanan.
“Bingo! Bos menyuruhku tetap berada di kantornya, bahkan ia mengatakan akan ada pengangkatan jabatan dan kenaikan gaji untukku. Hahaaa, aku hanya tertawa saat mendengar semua itu. Kamu tahu sendiri, aku sudah lelah bekerja di kantoran seperti itu, dan kita sudah berjanji akan memulai kehidupan baru bersama di Bali, bukan?. “ Disa menunjukan senyum manisnya, masih dengan bekas eskrim di sekitar bibirnya. Menurutnya, es krim adalah mood booster kedua setelahku. Halah.
Lalu aku mengingat perjanjian kita dahulu, akan sama-sama berhenti dari pekerjaan menjadi seorang karyawan di kantoran dan memulai hidup baru di Bali, meninggalkan penatnya Jakarta.
“ Aku tahu, bos manapun tidak akan merelakanmu pergi dengan melihat kinerjamu yang luar  biasa dalam membangun perusahaan mereka. Kau luar biasa.. “
“ kau lebih luar biasa, kau dapat bertahan dengan seseorang yang selebor sepertiku ini. Hahaaa terimakasih.. “ucapnya seraya memegang tanganku.
Aku mengenggam tangannya, harusnya ia tahu bahwa aku yang sangat beruntung memilikinya. “terimakasih, sayang. Untuk sewindu yang sudah kita lewati. Baiklah, kau ingin keluar ?” aku melihat keluar, gerimis datang. Disa menyukai gerimis, dan aku tahu ia tidak akan menolak ajakanku untuk keluar dari kafe ini.
***
Firasat. Kau percaya akan firasat ? sebuah pertanda yang hadir dibawah alam sadar kita. Sesuatu yang hadir tanpa kita bisa mencegahnya. Sesuatu yang tidak bisa kita cegah. Antara firasat dan takdir, aku tidak mengeti bagaimana mereka berhubungan.
Akhir-akhir ini aku seperti merasakan sebuah firasat. Firasat yang tidak baik mengenai seseorang yang sudah sangat dekat denganku. Beberapa hari ini, aku memimpikan Disa, aku melihatnya berjalan menghampiriku namun tidak pernah sampai. Aku pun tidak bisa melihatnya dengan jelas, selalu tertutup hujan yang deras. Mataku selalu di halangi oleh derasnya hujan. Sungguh, aku tidak suka perasaan seperti ini.
Akhir-akhir ini aku selalu menghubunginya setiap beberapa jam sekali. Hanya ingin memastikan ia baik-baik saja.
Seperti malam ini, ia akan pergi beberapa hari ke Bali. Mengecek dan mempersiapkan segalanya untuk pernikahan kami yang tidak kurang dari dua minggu lagi. Aku tidak bisa ikut, karna harus menyelesaikan deadline terakhirku sebelum aku resend. Aku awaalnya juga tidak menyetujui ia pergi sendiri, terlebih dengan mimpi yang aku alami beberapa hari ini. Tapi ia beberapa kali terus meyakinkanku bahwa ia akan baik-baik saja, semoga.
“Kamu yakin ingin pergi sendiri ke Bali? Kamu masih punya waktu untuk membatalkannya.. “ satu jam lagi pesawat menuju Bali akan berangkat. Mungkin berlebihan, mungkin memang tidak baik saat terlalu mengkhawatirkan segala sesuatu yang belum terjadi. Tapi ya Tuhan, aku membenci firasat.
“kamu percaya aku akan baik-baik saja?” Disa bertanya dengan senyum yang malah membuatku makin khawatir.
Aku mengenggam tangannya, “aku percaya, selalu.”
*****
Hujan ditempatku baru saja turun, mereka seperti ingin melengkapi hariku. Hawa sore ini juga terlalu dingin, tidak biasanya. Tapi aku menikmatinya, hari ini tepat seminggu setelah Disa meninggal. Seminggu pula menuju pernikahan kami, seharusnya.
Aku menengadahkan tanganku, menyentuh satu satu hujan yang terasa hangat di kulitku. Aku tidak membenci hujan, aku berusaha untuk tidak membenci hal-hal yang tidak pernah terlepas dari Disa.
Malam itu, mungkin bisa menjadi kabar terburuk untukku. Mendapat kabar bahwa Disa mengalami kecelakaan saat perjalanan menuju hotel tempat ia menginap. Mobil travel yang ia tumpangi menambrak pembatas jalan hingga bagian depan mobil tersebut hancur tak bersisa, begitupun dengan Disa. Saat melihat wajah Disa yang hampir tak kukenali lagi, aku tahu satu hal;Disa pergi dalam keadaan tersenyum.
Tidak akan ada lagi panggilan lelaki hujan untukku, tidak ada lagi perempuan yang menghujaniku dengan semua ceritanya. Atau tidak ada lagi perempuan yang biasa berbalas puisi dan hunting foto denganku. Semua tidak akan pernah sama lagi.
Berbahagialah disana, Disa. Ijinkan hujan menjadi pegingat bahwa ada seseorang yang sangat istimewa dalam hidupku. Kamu.

Selamat malam, lelaki hujan.
Terimakasih atas sewindu yang telah kita lewati.
Sewindu itu sangat sebentar, bukan?
Aku masih ingin mengenalmu lebih jauh.. jauh.. jauuh lagi.
Selamat malam, lelaki hujan.
Terimakasih atas rasa cinta yang menyelimtiku bahkan sampai pada membran tertipisku.
Aku akan meminta kepada dewa Neptunus agar sepanjang malam ini hujan, agar kamu dapat tidur dengan nyaman. Di temani impian-impian tentang kita, cita dan cinta.
Selamat malam, lelaki hujanku.
.... 

Surat terakhir saat berbalas puisi saat merayakan sewindu yang kita lewati dari Disa. Aku rindu main hujan dengannya.

SELESAI. 



Cerpen ini ditulis oleh Fitria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar