... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Selasa, 10 September 2013

Pertemuan yang Tertunda

Ristina Fauzia's photo.
Gambar untuk ide cerita
Ku langkahkan kaki ini dengan santai, sembari ku hirup udara di sekelilingku.

            Sudah banyak yang berubah sejak dua tahun lalu..

Kaki ini semakin kuat menapaki pasir yang mulai berganti dengan batu karang. Suara orang – orang mulai berganti dengan desir angin yang semakin kencang berhempus menerpaku. Setelah dua tahun bukan hal mudah bagiku untuk kembali ke tempat ini. Butuh kekuatan dan yang aku tahu hari ini adalah waktu yang tepat untuk kembali menjejakkan kaki disini, pucuk pantai penuh kenangan ini.

“Hai, selamat bertemu lagi”, sapaku pada tempat ini yang tentu tanpa jawaban.

Dua tahun bukanlah waktu yang sebentar. Seiring dengan kenanganku dengan tempat ini. Disini aku mengenalnya dan disini juga aku melepasnya sesaat sebelum aku memutuskan untuk meninggalkan kota ini.

Aku duduk di dataran yang menghadap ke pantai.

Sudah berubah, ramai sekali di bawah sana. Terlalu riuh dan aku tak terlalu suka dengan keriuhan itu, berbeda denganmu yang mungkin akan sangat menikmati keriuhan itu.

Nama itu kembali hadir. Tentu saja, karena tempat ini hanya milik aku dan dia. Aku dan kamu, Flo dan Riko.

“ Hai, kapan sampai disini?”. Sapa seseorang sambil menepuk pundakku.

“ Hah? Kamu? Eh, baru saja”. Aku tak dapat menyembunyikan kekagetan ini.


Dia. Riko. Dia yang baru saja aku hadirkan dalam pikiranku. Tiba – tiba saja ia ada disini, baru saja duduk di sampingku. Tak banyak yang berubah dengan dirinya, hanya sedikit lebih kurus dan berjenggot. Ah, ia tampak lebih bersinar namun sedikit pucat. Sejuk, masih sama seperti dulu ketika aku menatapnya.

“ Apakabar? ah sepertinya kamu baik – baik saja, aku senang melihatnya”. Tanyanya kepadaku

“ Kabar baik. Kamu gimana?”

“ Selalu baik. Kenapa tiba – tiba kesini dan enggak kasih tau aku?”

“ Aku…aku hanya ingin datang seperti dulu. Kamu sejak kapan disini?”

“ Sudah daritadi sebelum kamu datang”. Jawabnya sambil tersenyum dan kembali melempar pandangannya ke arah pantai.

Aku hanyut dalam kesunyian ini. Kami kembali terdiam. Mungkin terlalu banyak yang ingin dikatakan namun tak dapat ku ungkapkan tapi dengan melihatnya ku rasa semua sudah terjawab.

“ Ku dengar kamu sudah lulus sekarang? Selamat ya, wah traktir boleh nih kayanya. Eh kita turun ke pantai yuk“.

“ Iya, sudah 2 bulan yang lalu. Kamu makan mulu yang dipikirin”. ucapku sambil berdiri dan membersihkan celana dari pasir yang menempel.

Kekakuan yang tadi hadir sedikit menguap ketika kami berjalan menuju pantai, menuju pusat keriuhan yang 2 tahun lalu belum aku temui.

“ Kamu masih jadi fotografer kaya dulu?”. tanyaku padanya

“ Masih, tapi enggak sesering dulu. Modelnya ga ada yang kaya kamu. Hahaha”

“ eeerrrr, gombal. Enggak ada model kaya aku yang bisa ditinggalin gitu aja ya?”. Celutukku tiba – tiba sedikit merasa bersalah dengan ucapanku tentang masa lalu

“ Maaf. Aku tak pernah meninggalkanmu, aku hanya membiarkanmu pergi untuk mimpimu”.

Aku kembali terkejut dengan ucapannya, dia berbicara tentang aku dan mimpiku? Padahal dulu aku berani memulai bermimpi dan bebas bermimpi saat bersamanya.

“ Enggak ada yang perlu dimaafin. Sudah cukup banyak tanya tanpa jawab selama dua tahun ini”. Ungkapku

Kaki mulai menapaki pasir pantai, keriuhan dari orang – orang sudah mulai terdengar di telingaku. Pantai yang dulu sepi sekarang sudah ramai, sangat ramai menurutku. Kapal nelayan dan perahu boot hilir mudik, wisatawan yang berenang atau berjemur, anak – anak yang bermain pasir. Nampak perekonomian warga yang mulai membaik.

“ Aku merindukanmu “.

Aku mendengar ia mengatakan sesuatu. Aku merindukanmu? Ucapan dia yang bercampur dengan teriakan orang di pantai ditambah dengan hempusan angin kencang membuatku tak yakin dengan apa yang aku dengar barusan.

“ Apa?”. Kali ini aku benar – benar bertanya sembari menatapnya.

“ Ya, aku merindukanmu. Seperti apa yang aku bilang, aku tak benar – benar pergi. Aku selalu ada untukmu meski aku tak selalu di dekatmu”.

“ Kalau kaya gitu,kenapa kamu harus mutusin hubungan kita dulu?”

“ Ada banyak rasa yang sudah kita ciptakan, ada banyak cerita yang sudah kita lalui, tapi aku rasa mimpimu ga bisa berhenti sampai situ saja”.

I have a big dream with you. Kalau kamu dulu mutusin aku cuma karena mimpiku, omong kosong”. Ucapku sedikit keras.

“ Flo, kalau jodoh meskipun sudah berpisah pasti akan dipertemukan kembali. Kalaupun kita tak bisa bersama sekarang, percayalah aku menunggumu nanti disana”. Sembari menggenggam tanganku.

Aku tak mampu berkata – kata, terbawa oleh pikiranku sendiri. Hingga aku tersadar oleh dering ponsel milikku.

Dara  Memanggil

Dara? Tumben..

“ Assalamu’alaikum. Hallo”.

“ Iya, aku masih ingat, Kamu adiknya Riko kan. Ada apa?”.

“ HAH? Apa? Kamu ga salah ngomong? Ini dia sama aku di pantai”. Sambil ku alihkan pandanganku ke arah Riko tadi berdiri.

“ Riko.. Riko.. RIKO…”

Riko tak lagi menggenggamku, tak ada lagi disampingku.

Aku terduduk. Diam diantara keriuhan pantai ini, namun sama riuhnya dengan pikiran dan perasaanku.

            “ Kak Riko baru saja meninggal kak. Jenazahnya baru
mau di bawa ke rumah dari rumah sakit. Kak Riko kena Lupus sejak 2 tahun yang
lalu, sampai akhirnya komplikasi kak. Aku pikir aku harus ngabarin kakak,
karena hanya foto kakak yang selalu dibawa sama Kak Riko selama dia sakit”.

“Riko……..”. rintihku dengan mata yang mulai menghangat

“Apakah pertemuan ini tadi merupakan salam perpisahan di tanggal kita pertama kali bertemu? Tanggal yang selalu kita sepakati untuk selalu hadir disini. Setelah aku lewatkan 2 kali tanggal itu, baru aku kembali dan kamu malah pergi?”.

Tak mampu lagi aku bertanya, tak akan ada lagi jawaban yang aku dapatkan.

Kalau jodoh meskipun sudah berpisah pasti akan dipertemukan kembali. Kalau kita tak bersama sekarang, percayalah aku menunggumu nanti disana

Terimakasih sudah mengunjungiku. Bahkan kamu tidak lupa untuk hadir hari ini. Maafkan aku yang hanya menyalahkanmu dan tak pernah ada di sampingmu bahkan saat kamu sakit”.

Aku berdiri sambil menghapus tetesan air mata yang entah sejak kapan sudah membajiri wajahku. Rasanya terlihat konyol aku menangis diantara sekian banyak orang yang sedang tertawa bahagia. Memang selalu ada tangis setiap perpisahan, jadi wajar kalau aku menangis.

Ku langkahkan kaki ini meninggalkan bibir pantai menuju rumahmu. Menjauhi keriuhan yang selalu kau sukai bersama kenangan tentang kita
di pantai ini. Aku tidak gembira namun aku hadirkan senyum untukmu Riko. Kalau
jodoh, meski berpisah pasti akan bersama lagi…

_Ristinesia_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar