Malam itu, Eudia sedang duduk di tengah
lapangan sepak bola sambil mendengarkan musik dan menikmati cahaya
kunang-kunang. Ia bersama dengan sahabatnya sejak kecil, Ryan. Kedua
orang tua mereka juga saling berteman akrab sejak kecil, bahkan ketika
mereka sudah memiliki keluarga masing-masing dan memiliki anak.
Begitulah persahabatan turun-temurun itu masih tetap terjalin sampai
saat ini
Eudia dan Ryan tidak pernah terpisahkan walaupun mereka memiliki hobby dan kegiatan yang berbeda. Bahkan ketika Ryan harus pergi ke sebuah laut di pulau Kalimantan hanya untuk memancing, Eudia tetap setia menemaninya. Begitupun ketika Eudia meminta Ryan menemaninya ke perpustakaan untuk membaca buku, Ryan rela menemaninya selama berjam-jam. Tetapi menurut mereka, tidak ada tempat yang lebih nyaman dan menyenangkan daripada lapangan sepak bola di dekat komplek perumahan mereka.
“Gimana rasanya masuk kuliah, Di?” Tanya Ryan.
“Nggak seru, Yan. Nggak ada lo sih. Kita kan dari dulu sama-sama, tapi sekarang nggak bisa sama-sama,” jawab Eudia dengan nada sedih dan manja.
“Tapi kan kita masih satu kampus Di, jangan manja deh,” kata Ryan sambil mengacak-acak rambut Eudia dan tertawa.
“E… Yan, gue udah pernah cerita belum kalo gue sering dapat surat dari secret admirer gitu. Dia kasih gue puisi-puisi gitu, bahkan dia pernah ngasih gue lirik lagu favorite gue, Yan.” Jelas Eudia disambut dengan tawa Ryan.
“Gue masih bingung aja gitu, hari gini masih ada aja yang PDKT pake cara jadul gitu. Kalo emang suka kan bisa ngomong langsung. Mmm… Tapi menurut lo, siapa sih orang itu?” Tanya Ryan sambil menatap Eudia penuh tanya.
“Inisialnya DH, apa jangan-jangan itu Dian ya? Nama lengkapnya kan Dian Heryanto. Lagipula kan dia anak sastra tuh, udah pasti jago puisi, penyiar radio pula, pasti update banget soal musik. Iya, gue yakin banget itu Ryan.” Kata Eudia sambil terus menyunggingkan senyum manisnya sambil menatap langit.
Siang itu, Eudia datang ke kampus lebih awal. Lalu ia memasang earphone dan mendengarkan musik kesukaannya. Ketika ia membuka buku yang ingin ia baca, ada selembar kertas yang terselip di dalamnya dan terjatuh. Ia lalu membuka dan membacanya.
Hai Di, maukah kau menemuiku?
Di tempat favoritemu, siang ini.
Aku ingin menatap matamu lebih lama. –DH-
Eudia sangat penasaran. Lalu ia putuskan untuk pergi ke perpustakaan siang itu. Di sana, ia bertemu dengan Ryan.
“Yan, orang itu kasih surat itu lagi ke gue, dia minta gue untuk nemuin dia di perpustakaan. Tapi ya udah lah lupain. Eh, ngomong-ngomong, gue baru aja jadian sama Dian kemarin. Sorry ya gue baru cerita ke lo sekarang, dan eh….”
Seketika ocehan Eudia berhenti ketika ada Dian mendekatinya. Sekali lagi, Eudia yakin bahwa yang selalu mengiriminya surat-surat itu adalah Dian. Karena setiap
kali DH memberinya surat, ia selalu menunjukkan tempat-tempat di mana mereka bisa bertemu dan selalu saja ada Dian.
“Halo Dian, sekarang kau boleh menatap mataku lebih lama dari biasanya,” ucap Eudia sambil tersenyum manis dan mengajaknya pergi.
Ketika mereka sudah pergi, Ryan mengalihkan pandangannya dari buku bacaannya dan melihat Eudia dan Dian yang sedang berjalan bersisian sambil bergandengan tangan.
“If you could see me now, Di. Gue orang yang selama ini ngangumin lo, Di. Gue DH, Diryan Haseva.”
-ndyahforentina-
Eudia dan Ryan tidak pernah terpisahkan walaupun mereka memiliki hobby dan kegiatan yang berbeda. Bahkan ketika Ryan harus pergi ke sebuah laut di pulau Kalimantan hanya untuk memancing, Eudia tetap setia menemaninya. Begitupun ketika Eudia meminta Ryan menemaninya ke perpustakaan untuk membaca buku, Ryan rela menemaninya selama berjam-jam. Tetapi menurut mereka, tidak ada tempat yang lebih nyaman dan menyenangkan daripada lapangan sepak bola di dekat komplek perumahan mereka.
“Gimana rasanya masuk kuliah, Di?” Tanya Ryan.
“Nggak seru, Yan. Nggak ada lo sih. Kita kan dari dulu sama-sama, tapi sekarang nggak bisa sama-sama,” jawab Eudia dengan nada sedih dan manja.
“Tapi kan kita masih satu kampus Di, jangan manja deh,” kata Ryan sambil mengacak-acak rambut Eudia dan tertawa.
“E… Yan, gue udah pernah cerita belum kalo gue sering dapat surat dari secret admirer gitu. Dia kasih gue puisi-puisi gitu, bahkan dia pernah ngasih gue lirik lagu favorite gue, Yan.” Jelas Eudia disambut dengan tawa Ryan.
“Gue masih bingung aja gitu, hari gini masih ada aja yang PDKT pake cara jadul gitu. Kalo emang suka kan bisa ngomong langsung. Mmm… Tapi menurut lo, siapa sih orang itu?” Tanya Ryan sambil menatap Eudia penuh tanya.
“Inisialnya DH, apa jangan-jangan itu Dian ya? Nama lengkapnya kan Dian Heryanto. Lagipula kan dia anak sastra tuh, udah pasti jago puisi, penyiar radio pula, pasti update banget soal musik. Iya, gue yakin banget itu Ryan.” Kata Eudia sambil terus menyunggingkan senyum manisnya sambil menatap langit.
Siang itu, Eudia datang ke kampus lebih awal. Lalu ia memasang earphone dan mendengarkan musik kesukaannya. Ketika ia membuka buku yang ingin ia baca, ada selembar kertas yang terselip di dalamnya dan terjatuh. Ia lalu membuka dan membacanya.
Hai Di, maukah kau menemuiku?
Di tempat favoritemu, siang ini.
Aku ingin menatap matamu lebih lama. –DH-
Eudia sangat penasaran. Lalu ia putuskan untuk pergi ke perpustakaan siang itu. Di sana, ia bertemu dengan Ryan.
“Yan, orang itu kasih surat itu lagi ke gue, dia minta gue untuk nemuin dia di perpustakaan. Tapi ya udah lah lupain. Eh, ngomong-ngomong, gue baru aja jadian sama Dian kemarin. Sorry ya gue baru cerita ke lo sekarang, dan eh….”
Seketika ocehan Eudia berhenti ketika ada Dian mendekatinya. Sekali lagi, Eudia yakin bahwa yang selalu mengiriminya surat-surat itu adalah Dian. Karena setiap
kali DH memberinya surat, ia selalu menunjukkan tempat-tempat di mana mereka bisa bertemu dan selalu saja ada Dian.
“Halo Dian, sekarang kau boleh menatap mataku lebih lama dari biasanya,” ucap Eudia sambil tersenyum manis dan mengajaknya pergi.
Ketika mereka sudah pergi, Ryan mengalihkan pandangannya dari buku bacaannya dan melihat Eudia dan Dian yang sedang berjalan bersisian sambil bergandengan tangan.
“If you could see me now, Di. Gue orang yang selama ini ngangumin lo, Di. Gue DH, Diryan Haseva.”
-ndyahforentina-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar