... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Selasa, 10 September 2013

[FF] Lelaki bertopi di ujung senja

Senja itu, ada seorang laki-laki datang. Tiada kata, hanya diam saja. Annisa hanya melihatnya sekilas tanpa ada kata-kata untuknya, lelaki yang baru saja duduk disampingnya.

Annisa memilih untuk berdiam diri di bandara Sultan Mahmud Badarrudin II. Menikmati senja yang menghantarkan jingga ke peraduan terakhirnya. Menghirup sisa-sisa angin dalam paru-paru. Annisa sedang tak ingin bicara. Dia tidak bisu hanya saja sedang menikmati diam untuk beberapa waktu.

Hingga tiba waktunya, Annisa beranjak pergi. Tak peduli dengan lelaki bertopi yang sudah menemaninya sejak tadi. Lelaki itu pun tak tergerak hati untuk menahannya atau sekadar menanyakan akan kemana dia pergi.

Iya, malam sudah merayap datang. Kini, si lelaki bertopi itu hanya ditemani angin malam yang menusuk-nusuk hingga ke tulangnya.
Beberapa hari berlalu, Annisa kembali ke bandara itu. Dilihatnya lelaki bertopi itu lebih dulu memilih duduk di sana, di tempat mereka bertemu kemarin. Sebotol kopi diseduhnya hingga dasarnya. Annisa datang menghampiri dengan membawa beberapa buku sebagai temannya.


Lelaki itu menoleh saat Annisa datang. Sepertinya itu mengejutkannya, meski kedatangan ini sudah seperti dugaannya. Annisa, memilih duduk di antara dua kursi kosong di sampingnya. Masih saja diam. Kadang-kadang saling bertemu pada dua titik pandangan. Hanya sekilas pandang.

Begitu saja hari-hari terlewati. Hanya hembusan nafas yang akan terdengar di antara riuhnya angin di bandara ini. “Sekali lagi, dia tidak sedang bisu, bukan ?” batin Annisa.

Sampai di suatu senja, Annisa tidak menemukan lelaki bertopi itu. Sorot matanya yang tajam berputar, menari-nari mencari keberadaan sosok itu. Namun tak juga dijumpainya. Hanya ada sisa-sisa botol minuman yang biasa menemani lelaki itu di sini. Annisa duduk, memandang jauh ke langit yang sedang mendung. Tangannya meraba secarik kertas terbungkus amplop berwarna hijau, seperti warna kesukaannya. Di dalamnya dituliskan sebuah kalimat yang belum pernah dikenal gaya tulisannya.

Tetap di sana. Duduk di antara penumpang lainnya yang sedang menunggu pesawat selanjutnya, dan selanjutnya lagi datang.

Bertahun-tahun, Annisa tetap duduk di sana. Menunggu, mungkin saja lelaki bertopi itu akan datang. Bodoh, bukan ? Tidak sedang bisu, tetapi tidak juga saling berbicara. Menunggu hingga dia kembali di ujung senja. Bodoh, kan ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar