... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Selasa, 10 September 2013

[FF] Teta

“Aku beruntung bisa ketemu sama kamu ….” Eros menatap tepat di kedua manik mata Teta.

Perempuan berlesung pipi itu tersipu sambil menunduk. Selalu saja kotak kalimat yang dimiliki Eros bisa membuat dirinya malu-malu seperti ini. Betapa dia sangat mengagumi laki-laki di depannya itu.

“Apa yang membuatmu beruntung bertemu denganku?”

Eros tertawa kecil. Rambut ikalnya yang sedikit panjang bergoyang ditiup angin sore. Hari ini rambut gondrongnya dibiarkan bergerak liar tanpa pengikat.
Eros berdehem kecil. “Apa, ya? Hmm—” Mengerling sedikit pada Teta, “mungkin karena kau sangat istimewa, lebih dari yang kau tahu.”

Lagi-lagi Teta tersipu. Meskipun jawaban Eros sama sekali tidak menuntaskan keingintahuannya, tapi tetap saja laki-laki itu bisa membuatnya mati kutu kesekian kalinya.

“Teta …,” panggil Eros. “kamu memang tidak setiap saat mengerti aku, begitupun sebaliknya. Kita masih memiliki banyak kekurangan satu sama lain. Tau apa yang membuatku beruntung bertemu kamu sejak tiga tahun lalu?”


Mata Teta berbinar menunggu jawaban Eros.

“Kamu perempuan sabar, Teta. Kamu sabar menghadapi aku yang pemarah. Kamu sabar menunggu aku yang suka pergi ke mana-mana tanpa mengajakmu. Kamu sabar menjadi sahabatku. Hanya sedikit orang-orang yang bisa bertahan berada lama-lama di dekatku.” Eros mengerling pada Teta.

“Oh, aku tidak sesabar itu, Eros.” Teta tersenyum.

Eros mengangguk. “Ya, ya, ya. Aku tahu itu. Kamu tidak sabar dilamar olehku, kan?” Eros menunjukkan cengiran khasnya.

'Ya, aku tak sabar dilamar olehmu, Eros.' Teta hanya berani menyahut dalah hati. Sebab, sekarang wajahnya sudah benar-benar bersemu merah mendengar kalimat Eros barusan.

“Teta, beritahu aku kalau kau sudah siap dilamar ….”

*

Teta memandangi cincin tunangan yang melingkari jarinya. Enam bulan lalu, lelaki petualang itu akhirnya benar-benar melamarnya.

Impiannya adalah menikah muda. Umurnya kini 24 tahun, dua tahun di bawah Eros. Pekerjaan Eros yang seorang fotografer profesional cukup membuat kedua orang tua Teta bisa melepas anak gadisnya pada Eros.

Teta melihat ke sekeliling. Tempat ini seperti biasa, sangat tenang. Sudah dua bulan tempat—yang dipenuhi dengan bunga dandelion di beberapa sudutnya—ini menjadi tempat yang sering dikunjungi Teta sendirian.

'Nanti kalau kamu sudah jadi istriku, kamu jangan capek, ya?' kata Eros satu waktu.

'Memangnya nanti kita nikah sambil lari-lari, ya?' Teta dan Eros terbahak.

'Jangan capek buat memahami lelaki urakan kayak aku. Jangan capek buat milikin aku, Teta ….'

Air mata Teta menetes. Betapa dia merindukan Eros lebih dari siapapun saat ini. Dua minggu lagi tanggal pernikahan mereka dan dia amat sangat rindu dengan lelaki gondrongnya. Eros-nya, lelaki yang sedang bertualang ke tempat yang jauh … dan tak akan kembali.

Teta menyimpan beberapa tangkai dandelion yang tadi dipetiknya di atas pusara Eros. Orang yang sama dengan yang—seharusnya—akan menikahinya dua minggu lagi. Kecelakaan kapal laut dua bulan lalu telah merenggut nyawa Eros dan lima orang lainnya yang juga sedang berada dalam perjalanan ke sebuah pulau.

Harusnya Eros memahami ketakutannya akan transportasi laut itu. Harusnya Eros tidak mengikuti naluri petualangnya. Harusnya Eros yang jago renang itu bisa mencapai daratan dengan kemampuannya. Harusnya ….

“Eros, tangan Tuhan lebih panjang dariku. Dia yang lebih dulu memelukmu,” lirih Teta.

Dhilayaumil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar