... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Selasa, 10 September 2013

[FF] Tentang sebuah boneka

Tak ada yang bisa memilih akan diciptakan menjadi apa. Termasuk juga saya. Setelah tahun-tahun sebelumnya menjadi pohon Bulian atau yang memiliki nama ilmiah eusderoxylon zwageri di lereng gunung di daerah Kalimantan sana, kini saya dilahirkan kembali. Kali ini bukan menjadi pohon dengan tinggi 36 meter dan batang yang kokoh dan kuat. Bukan menjadi tumbuhan langka atau tanaman-tanaman hidup lainnya.

Bukan.

Kali ini saya berenkarnasi menjadi sebuah benda mati. Saya bukan lagi pohon kesepian di tengah lereng gunung yang hanya bisa menyaksikan keindahan alam dari tempat yang sama setiap hari. Teman bercerita saya bukan lagi si Akar Karak dengan tinggi 14 meter atau rerumputan di sekeliling tempat saya berdiri dulu.

Kali ini saya bisa jalan ke mana saja. Bisa dibawa dengan enteng, bahkan saya tak lagi sering merasakan kedinginan saat malam hari atau kesunyian yang mencekam seperti dulu. Saya selalu merasa hangat dengan pelukan dan usapan tangan-tangan kecil.


Sebuah boneka tikus dengan dua kaki dan dua tangan. Micky Mouse. Aria, pemilik saya, seorang gadis kecil berambut panjang, menjerit girang saat pertama kali melihat saya. Ayahnya membawa saya dari Disneyland, Hongkong. Tempat yang sangat jauh dari Kalimantan sana. Kali ini saya berasal dari tempat menyenangkan bernama luar negeri.

Aria memberi saya nama Mimo. Nama yang lucu, bukan? Di kamar Aria yang serba pink, saya bertemu dengan puluhan boneka dan mainan. Barbie, Teddy Bear, Smurf, Donal Duck, rumah-rumahan, dan banyak masih banyak lagi koleksinya. Aria adalah anak tunggal di keluarga ini. Boneka dan mainan mungkin bisa menemani sepinya.

“Mimo dan Juliet,” Aria mengambil saya dan salah satu boneka teddy bear berbaju merah dari rak boneka. Dia membawa kami ke atas tempat tidurnya. “sekarang giliran kalian tidur di kasur bersama saya.” Dia mengusap-usap kepala sayadengan lembut.
*

Akhirnya saya akan dibawa jalan-jalan. Saya mendengar kalau Aria dan keluarganya akan berlibur di Puncak, Bogor. Akhirnya setelah perjalanan terakhir—selama berjam-jam—saya dari Hongkong ke Jakarta dua bulan lalu, hari ini saya akan melakukan perjalanan lagi. Kali ini yang dibawa ke Puncak hanya saya. Kata Belle, Barbie berambut hitam panjang, tinggal saya yang belum diajak ke Bogor.

“Di Puncak nanti dingin, Mimo. Kamu harus pakai jaket sepertiku.” Sesaat sebelum berangkat, Aria memakaikan jaket boneka dengan bulu-bulu halus di sekitar lehernya. Baju itu dijahit oleh ibunya sendiri.

Di mobil, Aria bernyanyi riang sambil memangku saya. Ibunya, yang duduk di samping Ayahnya yang sedang mengemudikan mobil, hanya tersenyum melihat keceriaan anak semata wayangnya.
“Mimo, nanti kita main ke kebun teh!” serunya girang sambil menggerak-gerakkan kedua tangan saya. Sesaat dia terhenti dan terpaku pada tulisan di bawah lengan saya yang sampai sekarang tidak bisa saya baca.

“Made … in … Bo … gor … Innndooo … nesia,” Aria mengeja kata-kata yang tertulis. “Bu, artinya apa?” Aria menatap Ibunya dengan mata polosnya.

Ibunya berbalik dan dengan senyum geli memandang saya dan Aria secara bergantian. “Artinya, sebentar lagi Mimo akan pulang kampung—”
**

-dhilayaumil-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar