... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Kamis, 29 Agustus 2013

[FF] Hidup (?)

"Aduh!" Ia meringis menahan sakit, kemudian membungkuk untuk membekap telapaknya agar darah tak lagi mengucur. Ia kembali menegakkan badannya dan berjalan berjinjit melewati kerikil-kerikil jahat yang tak pernah bersikap baik pada telapaknya.

Ia meletakkan ranting-ranting kayu yang sedari tadi digendongnya. Bergegas menuju kiwan*, buru-buru membasuh darah yang sudah sedikit mengering pada telapaknya.

Ia tak memiliki anak. Suaminya mandul. Kini, suaminya sakit-sakitan, hanya bisa terbaring menungguinya pulang dengan secangkir kopi dan singkong rebus disamping dipan*nya. Sesekali ia mengganti menu singkong rebus dengan pisang goreng yang digoreng tanpa tepung.

Ia duduk disamping ranjang suaminya, mengganti piring kosong dengan piring baru berisi singkong rebus.

Mata suaminya tak lepas dari telapak kakinya yang dibungkus kain seadanya. Seolah matanya berkata, "kakimu kenapa?"


"Tadi terkena kerikil tajam, sudah, tidak apa-apa." Jawabnya.

Ia selalu bisa membaca mata suaminya.
Suaminya mengangguk pelan, dan mengalihkan pandangan ke lain arah.

"Yasudah, saya ke depan dulu, mau jemur ranting."

***

Sudah berpuluh tahun suaminya terbaring lemah tanpa bisa apa-apa. Kalau mau, sudah ia tinggalkan suaminya untuk mencari kehidupan yang lebih enak. Tapi, hatinya menahannya untuk tetap tinggal disana, bersama suami tercintanya. Meski ia tahu, kehidupan yang semakin sulit akan menghadangnya didepan sana.

Sudah sejak 15tahun yang lalu penyakit yang diderita suaminya tak kunjung membaik, begitu-begitu saja setiap hari. Selain tak punya biaya, juga karena tempat tinggalnya yang terpelosok. Dusun kecil di salah satu kota kecil di Jogjakarta. Disana tak ada alat medis yang memadai, hanya ada sebuah puskesmas kecil yang jam buka nya pun tak tentu.
Ada yang bilang kalau penyakit suaminya itu penyakit tua. Entahlah...

Baginya, meski Ia tak pernah kemana-mana tapi perjalanan hidupnya telah mengalahkan seseorang yang telah mengelilngi dunia sekalipun.

Ia lelah, sangat lelah. Tapi, melihat wajah suaminya seakan segala macam lelah dari ujung rambut hingga ujung kaki rasa-rasanya tak berarti. Luruh begitu saja.

Di onggokan jalan lengang, di tumpuan gubuk yang malang, lara telah sama besar dengan cinta.

Semarang, 29 Juli 2013


Kiwan = dapur + kamar mandi
Dipan = tempat tidur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar