Bapak Oemar Bakri Terhormat,
Seorang guru, pengajar dan pendidik. Cintamu pada pendidikan begitu wangi. Engkau yang setiap hari dating dengan niat berbagi ilmu, dengan keinginan besar untuk mendidik anak bangsa penerus di masa depan dengan sepeda kumbang hitammu. Baktimu pada Negara begitu besar, begitu dalam dan tanpa pamrih.
Kami para putra-putri bangsa, yang awalnya tidak mengenal huruf, tidak tahu bagaimana membaca, tetapi engkau, wahai guru, pengajar dan pendidik, mengajarkannya kepada kami. Mengajarkan kami, mendidik kami, dan mencerdaskan kami. Bukan hanya membaca, menulis, berhitung, tetapi membagi pengetahuan dan ilmumu yang luas itu kepada kami. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Ilmu sepanjang hayat yang akan terus terkenang dan abadi di muka bumi ini.
Wahai pendidik, pengajar yang baik dan begitu setia dengan pekerjaan dan bakti muliamu akan pendidikan bagi bangsa ini, Oemar Bakri, kaulah Sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, memberikan ilmu, pengetahun dan tenagamu untuk mengajar tanpa pamrih. Mendidik, mengajarkan, membimbing, dengan cinta dan kasih sayang. Tapi apa balasan bangsa ini padamu?
Inilah reward yang diberikan pemerintah kepada Guru. Reward itu berbentuk gaji yang kecil, itupun masih dipotong sana-sini oleh para koruptor. Bagaimana bangsa ini bisa cerdas kalau guru-guru yang ditugaskan oleh negara untuk mendidik tunas bangsa tidak dihargai tinggi semua pengabdiannya. Katanya tanah Indonesia kaya raya, kenapa penghasilan guru yang dananya didapat dari kekayaan alam ini tidak bisa besar..? tanya kenapa??
Mengapa masih ada guru di Indonesia yang masih harus berjuang demi menafkahkan kehidupan dirinya dan keluarganya? Mengapa, pendidikan di Indonesia yang semakin membaik namun menurunkan moral anak bangsa? Apakah mereka lupa, dari mana mereka belajar membaca dan menulis? Apakah mereka tidak ingat, bagaimana mereka pertama kali saat mengeja dan mengenal huruf? Para gurulah yang melakukannya, Engkau, Oemar Bakri.
Tetapi mana bakti mereka terhadap guru mereka sekarang ini? Mempersulit pendidikan di negaranya sendiri dengan selalu menaikkan angka kelulusan UN (Ujian Negara), biaya sekolah yang mahal dengan adanya anggaran bangunan, biaya kuliah yang juga mahal dan meningkat seiring bergantinya tahun. Melupakan tempat di mana mereka belajar dulu, membiarkan entah berapa puluhan sekolah yang rusak, yang tidak layak pakai sekarang terbengkalai dan tidak ada yang peduli.
Bagaimana dengan kampus? Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Itulah mengapa banyak sekali masyarakat kita berbondong-bondong sekolah di luar negeri, karena di sana, pendidikan murah walau mungkin biaya hidup tidak semurah biaya pendidikan. Keduanya penting, tetapi di luar sana, pendatang atau murid yang dating dari luar negri akan dapat kemudahan mencari pekerjaan, sehingga mereka bisa membiayai kehidupan mereka. Pendidikan mereka bisa dengan sebebas mungkin meraihnya dan semurah mungkin dengan kualitas terbaik. Mengapa tidak bisa di negeri ini, Hai Oermar Bakri?
Aku benar-benar merasa kasihan sekali, dengan penerus bangsa yang kesulitan belajar di sekolah, seandainya aku punya kekuasaan dan uang, akan aku perbaiki sekolah-sekolah tersebut. Memberikan sekolah gratis bagi mereka-mereka yang tidak mampu, memperluas kesempatan belajar di manapun dan kapanpun. Ya, itu cita-citaku suatu hari.
Lalu ke manakah pendidikan negeri ini sekarang? Kadang aku merasa, Hai Pendidik, bahwa pendidikan sekarang sudah menjadi money politic. Di mana para pemimpin di atas itu sedang mempermainkan pendidikan dengan uang dan kekuasaan mereka. Apa mereka itu begitu senang mempermainkan penerus bangsa dengan mahalnya pendidikan? Dengan sulitnya belajar di sekolah yang nyaman? Apakah begitu puasnya mereka melakukan itu. Kadang, kalau mereka memberikan bantuan kepada mereka-mereka yang tidak mampu itu hanya karena mencari dukungan semata di waktu pemilihan umum.
Mengumbar janji bahwa pendidikan di Indonesia bisa gratis? Kapan? Sejak dulu, itulah janji para pemimpin. Mengharapkan dana BOS? Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
Dana BOS hanya bisa membantu operasional sekolah, bukan pendidikannya. Namun, sekarang sudah ada banyak solusinya. Kau tahu, Oemar Bakri, sudah ada banyak orang-orang yang peduli dengan penerus bangsa dengan memberikan pendidikan gratis di kolong jembatan di Jakarta. Ada pula perpustakaan keliling bagi penerus bangsa yang tidak mampu tapi ingin membaca. Bahkan ada perpustakaan yang dibangun di dalam container bekas.
Diharapkan akan semakin marak pemberian pembelajaran secara gratis yang walau tidakbergedung mewah dan lengkap, tetapi masih layak dan menjadi tempat mengajar dan belajar yang efektif bagi penerus bangsa yang haus akan belajar dan menjadi pintar.
Ya, itu impianku. Bisa memberikan pengajaran segratis mungkin, Oemar Bakri, dan memberikan ilmu dan pengetahuan seluas dan sebanyak mungkin kepada mereka-mereka yang tidak mampu. Membangun tempat yang layak untuk mereka belajar dan membaca sebebas mungkin, kapanpun mereka mau. Ya, itu impianku, suatu saat aku akan berusaha mewujudkannya. Doakan aku, Oemar Bakri, aku mau mendidik dengan cara yang berbeda, demi penerus bangsa dan penerus bagi keturunanku kelak.
Karena aku mau berterima kasih kepadamu, Oermar Bakri dan teman-teman pengajarmu, karena merekalah aku bisa berdiri di tempatku sekarang. Bisa membaca dan menulis. Bisa mengetahui hal-hal lainnya. Ya, terima kasih kepadamu, Oermar Bakri dan teman-temanmu, pendidikan itu penting, penting sekali, seperti memupuk kehidupan masa depan pada suatu jiwa yang kosong dan hampa….
Terima kasih, salam pendidikan!
Surat Pendidikan ini ditulis oleh Dania Sunshine
Seorang guru, pengajar dan pendidik. Cintamu pada pendidikan begitu wangi. Engkau yang setiap hari dating dengan niat berbagi ilmu, dengan keinginan besar untuk mendidik anak bangsa penerus di masa depan dengan sepeda kumbang hitammu. Baktimu pada Negara begitu besar, begitu dalam dan tanpa pamrih.
Kami para putra-putri bangsa, yang awalnya tidak mengenal huruf, tidak tahu bagaimana membaca, tetapi engkau, wahai guru, pengajar dan pendidik, mengajarkannya kepada kami. Mengajarkan kami, mendidik kami, dan mencerdaskan kami. Bukan hanya membaca, menulis, berhitung, tetapi membagi pengetahuan dan ilmumu yang luas itu kepada kami. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Ilmu sepanjang hayat yang akan terus terkenang dan abadi di muka bumi ini.
Wahai pendidik, pengajar yang baik dan begitu setia dengan pekerjaan dan bakti muliamu akan pendidikan bagi bangsa ini, Oemar Bakri, kaulah Sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, memberikan ilmu, pengetahun dan tenagamu untuk mengajar tanpa pamrih. Mendidik, mengajarkan, membimbing, dengan cinta dan kasih sayang. Tapi apa balasan bangsa ini padamu?
Inilah reward yang diberikan pemerintah kepada Guru. Reward itu berbentuk gaji yang kecil, itupun masih dipotong sana-sini oleh para koruptor. Bagaimana bangsa ini bisa cerdas kalau guru-guru yang ditugaskan oleh negara untuk mendidik tunas bangsa tidak dihargai tinggi semua pengabdiannya. Katanya tanah Indonesia kaya raya, kenapa penghasilan guru yang dananya didapat dari kekayaan alam ini tidak bisa besar..? tanya kenapa??
Mengapa masih ada guru di Indonesia yang masih harus berjuang demi menafkahkan kehidupan dirinya dan keluarganya? Mengapa, pendidikan di Indonesia yang semakin membaik namun menurunkan moral anak bangsa? Apakah mereka lupa, dari mana mereka belajar membaca dan menulis? Apakah mereka tidak ingat, bagaimana mereka pertama kali saat mengeja dan mengenal huruf? Para gurulah yang melakukannya, Engkau, Oemar Bakri.
Tetapi mana bakti mereka terhadap guru mereka sekarang ini? Mempersulit pendidikan di negaranya sendiri dengan selalu menaikkan angka kelulusan UN (Ujian Negara), biaya sekolah yang mahal dengan adanya anggaran bangunan, biaya kuliah yang juga mahal dan meningkat seiring bergantinya tahun. Melupakan tempat di mana mereka belajar dulu, membiarkan entah berapa puluhan sekolah yang rusak, yang tidak layak pakai sekarang terbengkalai dan tidak ada yang peduli.
Bagaimana dengan kampus? Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Itulah mengapa banyak sekali masyarakat kita berbondong-bondong sekolah di luar negeri, karena di sana, pendidikan murah walau mungkin biaya hidup tidak semurah biaya pendidikan. Keduanya penting, tetapi di luar sana, pendatang atau murid yang dating dari luar negri akan dapat kemudahan mencari pekerjaan, sehingga mereka bisa membiayai kehidupan mereka. Pendidikan mereka bisa dengan sebebas mungkin meraihnya dan semurah mungkin dengan kualitas terbaik. Mengapa tidak bisa di negeri ini, Hai Oermar Bakri?
Aku benar-benar merasa kasihan sekali, dengan penerus bangsa yang kesulitan belajar di sekolah, seandainya aku punya kekuasaan dan uang, akan aku perbaiki sekolah-sekolah tersebut. Memberikan sekolah gratis bagi mereka-mereka yang tidak mampu, memperluas kesempatan belajar di manapun dan kapanpun. Ya, itu cita-citaku suatu hari.
Lalu ke manakah pendidikan negeri ini sekarang? Kadang aku merasa, Hai Pendidik, bahwa pendidikan sekarang sudah menjadi money politic. Di mana para pemimpin di atas itu sedang mempermainkan pendidikan dengan uang dan kekuasaan mereka. Apa mereka itu begitu senang mempermainkan penerus bangsa dengan mahalnya pendidikan? Dengan sulitnya belajar di sekolah yang nyaman? Apakah begitu puasnya mereka melakukan itu. Kadang, kalau mereka memberikan bantuan kepada mereka-mereka yang tidak mampu itu hanya karena mencari dukungan semata di waktu pemilihan umum.
Mengumbar janji bahwa pendidikan di Indonesia bisa gratis? Kapan? Sejak dulu, itulah janji para pemimpin. Mengharapkan dana BOS? Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
Dana BOS hanya bisa membantu operasional sekolah, bukan pendidikannya. Namun, sekarang sudah ada banyak solusinya. Kau tahu, Oemar Bakri, sudah ada banyak orang-orang yang peduli dengan penerus bangsa dengan memberikan pendidikan gratis di kolong jembatan di Jakarta. Ada pula perpustakaan keliling bagi penerus bangsa yang tidak mampu tapi ingin membaca. Bahkan ada perpustakaan yang dibangun di dalam container bekas.
Diharapkan akan semakin marak pemberian pembelajaran secara gratis yang walau tidakbergedung mewah dan lengkap, tetapi masih layak dan menjadi tempat mengajar dan belajar yang efektif bagi penerus bangsa yang haus akan belajar dan menjadi pintar.
Ya, itu impianku. Bisa memberikan pengajaran segratis mungkin, Oemar Bakri, dan memberikan ilmu dan pengetahuan seluas dan sebanyak mungkin kepada mereka-mereka yang tidak mampu. Membangun tempat yang layak untuk mereka belajar dan membaca sebebas mungkin, kapanpun mereka mau. Ya, itu impianku, suatu saat aku akan berusaha mewujudkannya. Doakan aku, Oemar Bakri, aku mau mendidik dengan cara yang berbeda, demi penerus bangsa dan penerus bagi keturunanku kelak.
Karena aku mau berterima kasih kepadamu, Oermar Bakri dan teman-teman pengajarmu, karena merekalah aku bisa berdiri di tempatku sekarang. Bisa membaca dan menulis. Bisa mengetahui hal-hal lainnya. Ya, terima kasih kepadamu, Oermar Bakri dan teman-temanmu, pendidikan itu penting, penting sekali, seperti memupuk kehidupan masa depan pada suatu jiwa yang kosong dan hampa….
Terima kasih, salam pendidikan!
Surat Pendidikan ini ditulis oleh Dania Sunshine
Tidak ada komentar:
Posting Komentar