... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Kamis, 29 Agustus 2013

[Surat Pendidikan] Suratku, Doaku

Selamat malam…. Apa kabarmu hari ini, Pak? Maafkan aku yang telah lama tak mengunjungimu, bahkan menulis surat padamu aku tak pernah lagi. Ketika aku menuliskan surat ini mungkin engkau  sedang tertidur. Bukan mungkin, tapi kau sudah tertidur, tertidur untuk selamanya di alam sana.

Saat itu 58 tahun dan kau tetap tak pernah letih setiap pagi dengan kakimu yang semakin hari semakin ringkih mengayuh sepeda belasan kilo dan harus turun beberapa kali ketika melewati jembatan yang hanya menggunakan batang kelapa. Belasan kilo itu menjadi dua kali lipat ketika kau kembali mengayuh sepeda onthel itu menuju peraduanmu di siang hari. Peraduan yang sebenarnya hanya merupakan rumah papan dengan atap rumbia yang bahkan saat hujanpun air akan merembes masuk ke dalam rumah.

Tapi itulah kau, kau yang bahagia dengan kesederhanaanmu. Kau yang setiap pagi menyapa kami dengan tawamu, yang selalu memulai kelas dengan cerita-cerita penuh kearifan darimu. Kau yang dipenghujung pensiunmu malah kembali memilih kelas rendah untuk kau ajar. Kau ajarkan kami menulis, berhitung, dan juga hal yang paling ku benci, bernyanyi. Ya, bagiku bernyanyi adalah cuma buat anak TK. Bukan buatku yang sudah berseragam merah-putih.


Kaupun tak pernah mengeluh ketika harus sabar melerai kami yang bertengkar karena hal sepele. Pertengkaran yang hanya kan berakhir jika salah satu diantara kami menangis tentunya. Rasa jijik pun tak ada, dengan telatennya kau mengangkat hajat dari salah seorang teman kami yang dengan lugunya eek  di bangkunya.

Melalui surat ini aku ingin menyampaikan terima kasih atas ketulusan dan kesabaran membimbingku dan teman teman. Tanpamu, belum tentu aku bisa menjadi seperti saat ini. Aku begitu menyesal tak bisa menyampaikan ucapan terima kasihku secara langsung. Karena tepat seminggu sebelum penaikan kelas, kau meninggalkan kami untuk selama-lamanya.

Masih kuingat 18 Juni 1997, pagi itu mendung menyelimuti desa, hujan rintik jatuh membasahi tanah yang kering. Langit pun ikut menangisi kepergianmu pagi itu.  Aku dan teman teman yang sedang asyik bermain di koridor sekolah mendengar kabar tersebut. Kau pergi karena kanker yang menggerogotimu. Kanker yang sudah bersemayam di dalam tubuhmu selama 12 tahun. Saat itu aku belum tau apa itu kanker, yang aku tahu hanyalah aku tak akan melihat senyummu, aku yang tak akan mendengar lagi ceritamu, dan aku yang tak akan lagi mendapat nilai 100 darimu.

16 tahun berlalu, doaku masih sama seperti dahulu… Semoga Allah memasukkan mu kedalam golongan yang akan menikmati surga-Nya. Aamiin


Surabaya, 26 Mei 2013
~muridmu yang paling ndablek~

Surat Pendidikan ini ditulis oleh Chalriz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar