Memaknai sebuah perjalanan, ada beberapa hal yang
aku fikirkan. Mengenai kebebasan, waktu, pulang dan rindu.
Beberapa orang melakukan perjalanan agar mendapatkan
kebebasan. Padahal, dari salah satu buku yang kubaca mengatakan bahwa kebebasan
dan ketidakpedulian terkadang terlihat saru.
Perjalanan juga tentu saja tidak akan terlepas dari
sang waktu. Waktu itu apa menurut kalian? Sesuatu yang tak terlihat namun
selalu ada, menurutku. Dan waktu yang dilewatkan dalam suatu perjalanan bukan tentang
lama atau singkatnya, yang terpenting adalah bagaimana memaknai suatu
perjalanan. Sesingkat apapun. Aku juga menyadari suatu hal tentang waktu. Waktu
itu begitu lucu, misterius dan seakan-akan ingin selalu mengajak kita untuk
bermain.
Jika berbicara mengenai pejalanan hidup. Seperti saat
ini, aku sedang menjalani bagian dari perjalanan hidupku. Di bawah senja yang
tak selalu sempurna, yang tidak melulu menandakan waktunya untuk pulang. Aku duduk
di salah satu pojok ruangan restoran cepat saji ditemani segelas soft drink,
menunggu salah satu teman lama datang.
Tidak sampai dua puluh menit, ia datang. Teman seperjuangan
sejak SMP, saat ini ia telah sukses menjadi seorang sutradara, impiannya sejak
dulu. Kami bertemu terakhir enam bulan yang lalu dan baru sempat bertemu lagi
hari ini. Ia tetap cantik, berkharisma tinggi dan terlhat selalu ceria. Tapi aku
tahu, ada beberapa hal yang berubah. Matanya.
“Jadi, setelah sekian lama kita tidak bertemu. Cerita
apa yang kau bawa?” Kataku langsung bertanya, sebelum bertemu ia mengatakan
bahwa ada hal yang ingin ia ceritakan.
Ia menarik nafas pelan, siap bercerita.
“Aku telah selesai…”
“Aku telah selesai melakukan suatu perjalanan
panjang. Kau tahu apa yang pertama aku lakukan?”tanyanya
Aku menggeleng, membiarkan ia bercerita lebih
lanjut.
“Pada suatu pagi, aku memulai hari dengan menyesap
kopi pertamaku. Lalu aku melangkahkan kakiku keluar dari rumah, tanpa tujuan
yang jelas. Dan akhirnya selama satu minggu aku berpindah dari satu kota ke
kota lain. Lalu, kau tahu apa yang aku dapat?” ia bertanya lagi
Untuk kedua kalinya, aku menggelang.
“Aku.. ternyata meridukan untuk pulang. Pulang kerumah
lalu bertemu dengan Ibu. Iya, selama ini aku ternyata hanya ingin merasakan
bagaimana rasa rindu untuk pulang kerumah..”Lalu ia tertawa sambil menangis. Getir,
seperti menertawan kebodohan yang ia lakukan.
Aku tahu bagaimana hubungan ia dan Ibunya sejak dahulu,
tidak bisa dibilang harmonis.
Lalu seperti biasa yang kulakukam adalah
menepuk-nepuk punggung tangannya lalu menyodorkan satu gelas es krim. Ia tidak
akan menangis lebih lanjut, aku tahu ia kuat.
Dalam suatu proses yang dinamakan perjalanan hdupku.
Hari ini, aku menyadari satu hal. Bahwa suatu perjalanan, perjalanan apapun
pasti akan selalu ada rasa rindu yang menuntut untuk pulang. Pulang ketempat
paling nyaman, Ibu.
FF ini ditulis oleh Fitria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar