... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Kamis, 29 Agustus 2013

[Surat Pendidikan] Surat untuk Guru Tercinta

Bandung,  Mei 2013

Assalamualaikum warhmatullahi wabarakatuh.

Bapak dan ibu guru tersayang.

Apa kabar? Lama sekali rasanya kita tidak berjumpa. Maafkan muridmu ini yang selalu merasa sulit meluangkan waktu sekedar untuk menyapa dan bersilaturahmi meski banyak hal yang ingin diceritakan.

Bapak dan Ibu guru…

Saya ingat sekali saat dulu kami ditanya soal cita-cita.  Tak ada satupun yang menjawab ingin menjadi guru. Termasuk saya. Alasan saya sederhana. Bosan. Semua keluarga saya guru. Masa saya harus jadi guru juga. Ditambah lagi sepertinya jadi guru itu susah! Kemana-mana orang pasti kenal kita dan menyapa kita dengan sebutan ibu guru atau bapak guru. Otomatis, kalau begitu kita harus jaim, dong! Secara guru adalah orang yang selalu dianggap baik gerak-geriknya dan budi pekertinya.

Ha..ha.. Maaf. Bahasa gaulnya jadi keluar ^^

Cita-cita saya dulu jadi arsitek. Membangun gedung tinggi yang indah. Terus, saat saya tahu matematika dan fisika itu susah dan membosankan, saya ganti haluan untuk memilih bahasa dan sastra. Saya ingin jadi guide, penerjemah! Bisa keliling ke tempat-tempat asyik, bertemu banyak orang, tetap gaul, dan tidak usah jaim!


Tapi rupanya garis tangan mengiring saya pada kehidupan yang justru saya anggap paling sulit untuk dijalani. Menjadi guru. Awalnya, terbayang betapa sulitnya saya ketika harus berbicara di depan banyak anak, mencoba mentransfer ilmu yang saya miliki, menjaga sikap, berlaku seperti orang tua di hadapan mereka. Rasa takut kelak diantara murid saya, ada saya yang lain yang selalu memperlihatkan mimik malas saat guru berbicara tentang sejarah yang membosankan. Atau ada yang seperti Komar, teman SMP saya, yang selalu menyelutuk tidak enak dan menyakitkan. Atau bahkan ada yang seperti  Edi, yang lebih suka mengganggu teman-temannya dan membuat kelas sangat ribut dibandingkan mengerjakan tugas yang diberikan.

Kami bahkan meremehkan nilai kejujuran yang selalu bapak dan ibu ajarkan. Masih ingat, saat dengan santainya kami mencontek di beberapa ujian. Cengengesan, merasa jagoan saat bisa mengelabui pengawas.

Ah, semua yang ditakutkan itu memang terjadi. Akhirnya saya bisa tahu, dan juga bisa merasakan, betapa sedihnya hati saat melihat ekspresi murid kita yang nampak bosan, atau bahkan meremehkan apa yang kita ajarkan.  Dan betapa saya ingin menangis saat mengetahui ada anak murid saya yang berbuat tidak jujur. Mencontek saat ujian.

Bapak dan ibu juga dulu pasti merasakan hal yang sama, bukan?

Ingin rasanya saya mencium kaki bapak dan ibu guru semua, untuk meminta maaf atas semua yang sudah saya lakukan dulu.

Bapak dan ibu guru tercinta.

Sekarang baru saya sadari, betapa beruntungnya saya memiliki ‘orang tua’ seperti kalian. Meski dalam keterbatasan, selalu mencoba memberikan yang terbaik pada setiap anak muridnya. Selalu mengajarkan kebaikan. Mengingatkan kami saat kami salah, meski saat itu kami anggap sebagai kecerewetan yang membosankan. Tak peduli dengan label guru sadis dan guru galak yang kami berikan, bapak dan ibu tak pernah bosan untuk selalu mengingatkan.

Kalian juga mengajarkan kami akan konsekuensi.  Tak peduli meski akhirnya bapak dan ibulah yang harus menerima ‘raport buruk’ atas ketidakberhasilan dan kenakalan kami, bapak dan ibu tidak pernah sekalipun membela diri, hanya untuk sekedar mempertahankan nama baik bapak dan ibu. Tidak! Kalian rela ditegur dan dikecam asalkan kami memahami tentang arti konsekuensi.  Dan kalian pun tidak pernah bosan untuk mendampingi kami yang selalu terseok memperbaiki kesalahan yang sudah kami perbuat.

Sulit untuk menjadi pribadi yang seperti kalian. Apa yang terjadi sekarang, sungguh membuat semuanya semakin sulit.

Tapi saya akan selalu mencoba.

Doakan saya agar selalu bisa menjadi guru yang sebenar-benarnya.

Dan terimakasih, meski mungkin terlambat bertahun-tahun untuk mengucapkan ini. Tapi sungguh, terimakasih sudah memberikan begitu banyak kekuatan dan bekal sehingga saya bisa terus melangkah menjalani kehidupan ini.

Tak ada satu hal pun di dunia yang mampu membalas semuanya.

Semoga Allah SWT memberikan kebaikan yang berlimpah atas semua yang sudah bapak dan ibu guru berikan kepada kami. Kepada saya.

Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salam bakti selalu

Muridmu


Surat Pendidikan ini ditulis oleh Avira Winata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar