... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ... Selamat datang di blog GenkBooks, Selamat menikmati karya-karya kami ...

Kamis, 29 Agustus 2013

[FF] Lukisan Malam

Aku belum pernah menyukai suasana malam. Bahkan nyaris tidak suka. Dingin. Gelap. Sendirian. Baik saat sedang di rumah, atau sedang dalam perjalanan, aku tidak suka dengan malam. Namun, malam ini beda. Beda sekali.
            Tahun 2005, di perjalanan pulang kampong dari daerah Jawa Timur tempat Mamaku lahir dan besar. Di waktu bulan suci Ramadhan. Perjalanan berkesan ini menyisakan siraman rohani terindah dan menyentuh kalbu sepanjang hidupku.
            Aku tidak pernah meminta apa-apa pada Papaku selain kebutuhanku. Apa yang aku inginkan bisa kubeli sendiri, dengan menabung. Jadi, aku terbiasa membeli sendiri. Namun kali ini beda. Aku inginkan sebuah CD lagu rohani yang syahdu, menyentuh relungku.
            Aku berkata, “Mau dengar lagu dari Raihan.” Kala itu Raihan – grup nasyid asal Malaysia – baru mengeluarkan album. Lagu-lagunya kudengar di radio dan begitu kusukai.
            “Dengar lagunya di mana?” Papa bertanya. Aku terkejut, tidak biasanya beliau  menanggapi gumamanku itu.
            Kami sedang di dalam mobil. Bersiap menyantap makan malam. Di sekitar wilayah Simpang Lima, Semarang. Aku duduk di belakang sopir, sedangkan Papaku duduk di samping sopir. Mobil terisi penuh dengan keluarga lainnya.
            Aku diam selama satu menit. “Di radio,” jawabku kemudian.
            “Radio di Jakarta?”
            “Iya.”
            Papa diam cukup lama. Mobil masih berlalu. Suasana di dalam mobil juga hening. Dingin karena sentuhan AC. Malam gelap di Semarang yang sejuk dan ramai. Membungkamkan mulut kami. Sambil menahan lapar, kurasa.

            Dalam heningnya di dalam mobil malam ini, aku pelan-pelan mendengungkan lirik-lirik dari salah satu lagu di album Ameen tersebut. Satu lagu tersebut benar-benar membuatku terenyuh. Menyentuh relung dan meremangkan bulu kudukku.
            Engkau tidak tahu bagaimana cara kerjanya, tetapi engkau tahu bagaimana rasanya. Sepertinya menghujam ke jantung. Ada rasa takut. Ingin terus bersimpuh sambil menangis. Ya, aku terharu dan berkaca-kaca. Beruntung tidak ada yang melihatnya.
            Mobil berhenti. Di pinggir jalan yang tidak kuketahui. Kukira kami sudah tiba di suatu rumah makan, ternyata tidak. Kualihkan pandanganku, kami berhenti di suatu toko.
            “Nama albumnya apa?” tanya Papa padaku. Aku mengerjapkan mataku dengan gerakan kaku. Terheran-heran.
            “Ameen, kalau tidak salah,” jawabku begitu aku teringat judul albumnya. Lalu papaku turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam toko musik. Agak lama papaku keluar dari mobil, sepertinya Papa sedang mencari sesuatu yang lain. Lalu aku kembali melihat ke pemandangan di luar jendela. Banyak mobil berlalu lalang. Orang-orang yang makan di pinggir jalan. Lapar kembali menghentakkanku.
            Lalu Papa masuk ke dalam mobil. Dengan dua bungkusan di tangannya. Satu bungkusan gorengan dan satu lagi bungkusan yang tidak kuketahui. Gorengan langsung dikeluarkan, segara disantap. Lalu, satu CD bergambarkan wajah-wajah anggota Raihan tersebut diulurkan oleh Papa padaku. Aku tercengang. Kedua mataku terbuka lebar. Ingin menangis. Memeluk Papa, saat itu. Tapi aku hanya bisa terdiam dengan mata berkaca-kaca.
            Lalu mobil kembali berjalan. Dalam hening dan gelap malam di dalam mobil, menyantap beraneka ragam gorengan, mengalun indah lagu dari grup nasyid Raihan tersebut. Sepanjang perjalanan, lagu terus diputar. Sesekali, Papa menggantinya dengan lagu dari Opick. Yang musik dan liriknya lebih  menyentuh kalbu dan meremangkan bulu kuduk.
            Aku menikmati malam itu. Perjalanan pulang ke Jakarta di malam hari itu, sangat syahdu dan menggetarkan hatiku bersama Papa.


FF ini ditulis oleh Dania Sunshine

Tidak ada komentar:

Posting Komentar